Bermain Aktif vs Pasif

Bermain memang dunianya anak. Menurut Roslina Verauli, M. Psi., Psi., psikolog klinis untuk anak, remaja dan keluarga, dalam ilmu psikologi, bermain memiliki dua varian dalam pola interaksinya, yakni bermain aktif dan pasif.

Bermain aktif biasanya dikaitkan dengan adanya aktivitas fisik yang dilakukananak, di antaranya menyusun balok, bermain peran, loncat tali, dan berbagai jenis permainan olahraga seperti bola, lari, dsb. Permainan aktif biasanya dilakukan bersama partner bermain, bisa teman-teman sebaya atau orang tua/pengasuhnya. Sedangkan bermain pasif biasanya minim melibatkan aktivitas fisik, misalnya mendengarkan cerita, membaca buku, menonton televisi, atau bermain games di komputer.

Baik bermain aktif maupun pasif, keduanya sama-sama penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun, yang menjadi masalah, anak-anak masa kini yang lahir di dunia seba digital, nampaknya lebih dekat dan nyaman dengan aneka permainan pasif. Buktinya saja, banyak anak-anak usia batita yang kini lebih menyukai berada di depan televisi atau layar komputer untuk bermain ketimbang berada di luar rumah untuk berlari-larian mengejar bola.

Memang, sih, menurut Roslina, benda-benda digital memberi banyak stimulasi kognitif untuk anak. Tak heran jika kecerdasan anak-anak balita masa kini jauh melampaui kecerdasan anak-anak balita di masa kita dulu. Meski begitu, anak-anak tetaplah membutuhkan permainan fisik dan kegiatan untuk mendukung keterampilan motorik kasar dan gaya hidup sehat mereka. Bukankah hidup ini harus seimbang?

Coba Anda bayangkan kalau anak terus-menerus dibiarkan hanya melakukan aktivitas pasif sehari-harinya, misalnya bermain games di tablet atau menonton televisi. Keseruan permainan atau tontonan di layar bisa membuat mereka lupa waktu. Sekian jam dihabiskan tanpa gerak fisik membuat anak pada akhirnya menjadi malas bergerak hingga akhirnya mengalami kegemukan dan pertumbuhan tulang yang tidak bagus. Belum lagi risiko gangguan penglihatan jika terus-menerus menatap layar dalam jarak dekat. Ini baru dari sisi fisik.

Bagaimana dengan perkembangan psikologisnya? Sebuah studi yang dilakukan pada 2006 lalu menyebutkan bahwa bermain video games berjam-jam dapat menurunkan kinerja memori verbal anak. Hasilnya, mereka cenderung memiliki emosi yang tidak stabil sehingga mudah sekali marah dan mudah panik karena tidak terbiasa memecahkan masalah.

Foto: Getty Images

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia