Pistol dan boneka

Anak perempuan terlahir untuk main boneka?

Para orangtua sering menganggap arahan dan dorongan bisa mempengaruhi anak perempuan untuk juga main mobil-mobilan, atau anak laki-laki untuk juga senang main rumah-rumahan. Tapi, selera anak terhadap mainan diperkirakan juga dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam janin saat masih dalam kandungan. Hanya saja, kadarnya berbeda-beda untuk setiap individu meski jenis kelaminnya sama. Yang jelas, kadar testosteron yang lebih tinggi diduga membuat anak laki-laki berperilaku lebih agresif.

Akibatnya, mainan yang identik dengan jenis kelamin tertentu menjadi tak terhindarkan. Tapi, dibanding pengaruh identitas gender, peran mainan jauh lebih sederhana. Jadi, tak perlu khawatir anak Anda akan menjadi kasar karena dia senang main pistol-pistolan atau perang-perangan ala robot. Atau, anak perempuan Anda kelak akan menjadi terobsesi dengan pinggang ramping Barbie. “Itu hanya permainan,” jelas Dan Kindlon, Ph.D., psikolog lulusan Harvard yang juga salah satu pengarang Raising Cain: Protecting the Emotional Life of Boys. “Tidak ada hubungan antara mainan yang disukai anak ketika masih berumur enam atau tujuh tahun dengan apa jadinya dia ketika dewasa nanti.”

Mainan yang Anda larang justru akan menjadi makin menarik bagi si kecil. Jadi, tak akan banyak gunanya, lho, melarang mainan tertentu dan menyodorkan mainan lain bagi si kecil Anda. Lagipula, meski Anda tak bisa mempengaruhi pilihan mainan anak, Anda tetap bisa mempengaruhi nilai-nilai yang dia yakini. Jadi, bagus juga kok, tetap menyampaikan apa yang Anda percaya, guna memberikan semacam gambaran realitas terhadap dunia. Mungkin dia tak langsung mengerti, tapi pelan-pelan dia akan paham.

Yang lebih penting lagi, Anda perlu ‘menghidupkan’ pelajaran yang Anda ingin si kecil pelajari. “Ketika anak mengamati ayah yang memasak dan ibu yang mengatur keuangan, itu membuat mereka punya kerangka acuan tentang bagaimana orang dewasa berperilaku,” kata Kindlon.

Tapi, bagaimana jika si kecil seolah ’kebablasan’ menabrak stereotip? Apa artinya jika putri Anda lebih suka bikin jembatan daripada bikin kue? Atau jika putra Anda lebih suka memadu-padankan baju daripada main truk angkut tanah?

“Ada berbagai variasi cara bagi tiap orang untuk menjalani peran gender masing-masing,” kata Ken Corbett, Ph.D., psikolog di New York City.  Entah anak perempuan jadi feminin atau tomboy, itu tidaklah berhubungan dengan orientasi seksualnya. Lagipula, banyak anak bereksperimen dengan perilaku yang identik dengan jenis kelamin lain karena ingin meniru, agar lebih menonjol dari yang lain, atau hanya ingin bersenang-senang.

Jadi, bila anak Anda agak ’melenceng’ dari jalur, inilah yang mungkin bisa Anda lakukan:

  • Jangan mengritik atau mencoba mengubah putra Anda. Ia perlu tahu, Anda menerima dia apa adanya.
  • Bantu putra Anda menghadapi ledekan. Bersama-sama, Anda bisa memutuskan agar sebaiknya ia meninggalkan boneka kesayangannya di rumah. Ajari pula bagaimana seharusnya dia merespon ketika ada anak yang yang mengganggu. Anda juga bisa meminta guru-gurunya untuk mengawasi putra Anda kalau-kalau ia diganggu oleh teman-temannya.
  • Tunjukkan contoh dari jenis kelamin sama, mulai dari bintang film sampai tokoh di buku, yang sifat dan minatnya sama dengan putra Anda. Mereka tidak harus mundur dari apa yang diminatinya  meski itu tidak sama dengan stereotip yang berlaku.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia