Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Bayi

Pada kebanyakan rumah sakit (apalagi yang sudah dilengkapi dengan jasa dokter spesialis anak dan spesialis THT), tes indera pendengaran sudah merupakan bagian dari standar pemeriksaan.

“Dua hari setelah bayi dilahirkan, akan dilakukan tes OAE (Oto Acoustic Emition). Tes ini berlaku baik untuk bayi dengan atau tanpa faktor risiko,” jelas dr. Sari. Pemeriksaan OAE bertujuan untuk menilai fungsi koklea. Koklea atau rumah siput adalah rongga berbentuk kerucut di bagian kaku dari tulang temporal, membentuk salah satu divisi dari labirin telinga. OAE merupakan respon koklea di telinga yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar dan dipancarkan dalam bentuk energi akustik.

“Bila hasil tesnya passed, Mama bisa bernapas lega. Namun, bila hasilnya failed, belum tentu itu berarti ada gangguan pendengaran. Faktor penyebabnya banyak, seperti jalur pendengaran yang masih tertutup. Sebaiknya, Mama kembali dua minggu lagi untuk kontrol,” saran dr. Sari. Bila hasilnya masih failed juga, ada sejumlah evaluasi yang perlu dilakukan dalam rentang usia 6 bulan hingga 2 tahun. Ini untuk mengetahui dengan pasti apakah ada gangguan pendengaran atau tidak.

Selain OAE, ada lagi pemeriksaan ABR (Auditory Brainstem Response) atau BERA (Brain Evoked Response Auditory). Pemeriksaan ini untuk menilai fungsi pendengaran sepanjang jalur pendengaran, mulai dari telinga dalam hingga ke inti-inti tertentu di bidang otak dan untuk menilai fungsi saraf VIII (N. auditorius). Bayi yang punya faktor risiko atau anak yang terlambat bicara bisa melakukan tes ini. Dibandingkan dengan OAE, tes ABR terbilang lebih mahal dan belum tentu dimiliki oleh banyak rumah sakit, itu sebabnya mengapa masih merupakan pilihan. Sedangkan alat tes OAE lebih praktis dan handy, sehingga sudah menjadi bagian dari tes standar untuk bayi.  

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia