Kejang Pertama dan Diagnosis Autistik

Pada awal pertumbuhan, Andre, anak kedua saya, memang sudah terlihat sedikit berbeda dari anak lainnya. Tiap tahapan perkembangan dilaluinya dengan sangat terlambat, bahkan ada beberapa tahap perkembangan fisik yang tidak dilalui seperti merayap dan merangkak (crawling).

Beberapa perkembang yang terlambat antara lainnya:

- Tengkurap sendiri baru bisa di usia 8 bulan.
- Duduk sendiri baru bisa di usia 11 bulan, saat duduk kepalanya miring, tidak tegak.
- Berjalan baru bisa di usia 15 bulan. Itupun dibantu berdiri baru jalan.

Belakangan saya baru tahu ketika mengikuti seminar Brain injured DR Glenn Doman dari USA, kalo ternyata tiap proses perkembangan anak itu sebaiknya harus dilewati karena pada tiap proses, terjadi rangsangan-rangsangan yang akan memicu terbentuknya kanal-kanal baru (synapses) pada susunan saraf pusat (SSP).

Manakala proses-proses ini tidak dilalui, maka simpul-simpul saraf yang seharusnya ada, menjadi tidak terbentuk (Sumber: “What to Do About your Brain Injured Child”, DR Glenn Doman, Tira pustaka, terjemahan bahasa Indonesia 2007).

Pada usia 15 bulan, Andre kejang untuk yang pertama kalinya. Dokter menduga ini hanya kejang demam biasa, karena memang badannya cuma sedikit panas, tapi tidak cukup signifikan untuk membuat dia step. Dokter menyarankan saya untuk EEG kalau memang saya cemas, tapi tidak saya lakukan karena saya takut menerima kenyataan kalau Andre didiagnosis sesuatu.

Saat itu saya memang sedang fokus pada Aurel, si sulung, yang saat itu sedang menjalani Behavior Therapy dan Terapi Okupasi. Tapi, saya mulai curiga pada perkembangan Andre. Semakin lama dia semakin menarik diri dari pergaulan. Jika dia dibawa jalan-jalan sore, mengitari kompleks, dia sama sekali tidak mau berbaur atau bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.

Perilakunya pun cenderung aneh, dia senang sekali mengumpulkan batu-batu kecil dan menikmati sekali saat-saat ketika dia melemparkan batu-batu tersebut ke dalam air (belakangan saya baru sadar, ketika membaca buku “Dunia di balik Kaca", ternyata individu autistik ini merasa nyaman mendengar bunyi “Pluk…pluk…” ketika batu itu dilemparkannya ke dalam air. Mereka merasa ikut masuk dan tenggel bersama batu itu).

Kepandaian Andre lama kelamaan juga menghilang. Ia tidak lagi bisa memegang pensil, tidak lagi bisa mengucapkan satu katapun. Yang keluar dari mulutnya lebih berupa bunyi-bunyi tidak jelas, sehingga tidak bisa dimengerti orang lain. Ini yang membuat Andre sering mengamuk dan membenturkan kepalanya ke tembok.

Seringkali ketika ingin sesuatu, dia mendorong saya menuju benda yang ia mau, lalu menangis dan hanya menangis. sementara saya sendiri bingung apa yang dia mau. Tidak jarang saya ingin menangis kalau tidak bisa memenuhi keinginannya. Ketika akhirnya saya meminta nasehat dari beberapa psikiater, psikolog, dokter saraf dan dokter anak, mereka sampai pada satu kesimpulan.

Andre didiagnosis mengalalami penyimpangan perkembangan yang lazim dikenal dengan autis. Itupun dengan diagnosis yang berbeda-beda. Ada yang bilang PDD Nos, Asperger, ADHD, terakhir, dia didiagnosa HFA (High Fungtioning Autism, karena photographic memorynya kuat sekali) Saya sempat tertegun sejenak, PAUSE… tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi, Puji Tuhan, saya segera terbangun dari tidur saya, dan sadar bahwa hanya saya yang bisa membantu Andre keluar dari dunianya. Ketika anak lain “berlari dengan kencang”, Anakku sayang, Andre, pada lima tahun pertamanya hanya mampu berjalan seperti siput, tertinggal jauh dibanding teman-temannya.

Saya menyadari bahwa the 5 tahun pertama justru merupakan tahapan paling penting dalam perkembangan otak Andre. Semakin banyak rangsangan yang ia terima, akan semakin pesat perkembangan otaknya. Inilah yang membuat saya terpacu untuk terus membantunya mengejar ketinggalan.

"Nak, Jangan takut… Mama akan selalu ada di samping kamu, mendampingi, sampai kamu bisa mandiri, bersosialisasi dengan teman-teman kamu. Ketika kamu lelah, mama akan menggendongmu, mama yang akan membopongmu di pundak mama, sambil terus berlari mengejar ketinggalanmu," kata-kata itu yang sering saya ucapkan pada Andre.

Memang benar, memiliki anak Autis pasti tidak mudah, tapi percayalah, Tuhan pasti punya rencana tersendiri dalam hidup kita jika Dia menitipkan Anak Spesial ini dalam keluarga kita. Dan, ketika dia memilih anda, dan saya… Dia sudah menunjukkan pada kita bahwa kitalah orang-orang pilihan tersebut. Jadi… Bersyukur dan Berbahagialah menjadi orang pilihan Tuhan.

Artikel Blog Mama
Penulis: Just Silly
Mama 3 dari Aurelia Prinisha, Andre Vivaldi dan Adrian Hroshi Putra ini adalah social activist yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Mama bernama lengkap Valencia Mieke Randa ini punya segudang aktivitas sosial, mulai Blood4Life, 3LittleAngels dan #LittleStep

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia