Seputar Air Mineral

Dulu, mungkin di zaman Anda atau orang tua Anda masih kecil, minum air putih berarti air dari keran ditampung di panci kemudian dimasak hingga mendidih. Masukkan di termos atau ceret, sebagian ada yang dimasukkan ke botol untuk disimpan di kulkas. Atau, kalau di rumah, tinggal mengucurkan air dari dispenser yang terhubung dengan galon air kemasan. Praktis? Tentu saja. Juga menghemat banyak waktu dibanding harus memasak air.

Inilah yang umum dicari banyak orang dan bisa dibilang merupakan jenis air minum kemasan ‘tertua’ di Indonesia, air mineral. Saking umumnya, air mineral kadang diidentikkan dengan air minum dalam kemasan. Padahal, tak selalu begitu, lho.
Air ini memang mengandung unsur mineral, seperti zat besi, kalsium, mangan, dan fluor. Umumnya, air dalam kemasan disebut sebagai air mineral karena sumber air berasal dari air pegunungan yang mengandung berbagai mineral, seperti garam dan sulfur.

Food and Drug Administration (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat) mengklasifikasikan air mineral sebagai air yang mengandung mineral setidaknya 250 bagian per sejuta total dissolved solid (TDS), berasal dari sumber air bawah tanah yang dilindungi.

Mineral diperlukan untuk mengontrol suhu tubuh dan membantu proses metabolisme. Jadi, air mineral biasanya dikonsumsi setelah melakukan aktivitas berat yang mengeluarkan banyak cairan, seperti olahraga, karena tubuh memerlukan kembali mineral-mineral yang ikut keluar bersama keringat. Air mineral  menjaga keseimbangan elektrolit yang bisa mencegah dehidrasi dengan membantu sel-sel tubuh menyerap air.

Namun, jangan semata-mata menyerahkan kecukupan mineral hanya pada air. Menurut Jansen Ongko, M.SC, RD, ahli gizi sekaligus pendiri situs www.ask-jansen.com, untuk memenuhi kebutuhan mineral tidak akan cukup hanya dengan air, karena air tidak mengandung seluruh mineral yang dibutuhkan tubuh dan kandungannya tidak signifikan. “Untuk memenuhi kebutuhan mineral hanya bisa dengan mengonsumsi sumber makanan beragam,” tegasnya. Meski bermanfaat, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai dalam mengonsumsi air mineral:

1.    Perhatikan kandungan sodium. Beberapa minuman air mineral kemasan mengandung sodium yang tinggi. Jika menggunakan air mineral untuk konsumsi harian, Anda bisa mengalami kelebihan garam. Mengonsumsi air mineral secara berlebihan bisa berisiko bagi orang yang memiliki masalah darah tinggi. Kalau mama salah satunya, batasi konsumsi air mineral atau pilih yang bersodium rendah.
2.    Batasi selama hamil. Saat hamil, Anda harus banyak minum air agar cukup terhidrasi. Tapi, sebaiknya batasi pengonsumsian air mineral karena bisa mengandung kadar garam yang tinggi. Hal ini bisa meningkatkan tekanan darah atau menyebabkan komplikasi kesehatan selama kehamilan.
3.    Sparkling mineral water juga ok. Ini adalah air mineral yang terkarbonasi. Manfaatnya sama dengan air mineral biasa. Jenis air mineral ini memiliki manfaat tambahan, yaitu membantu membasmi bakteri.

Untuk anak: Air mineral bisa mengandung kadar mineral tinggi yang bisa berbahaya bagi si kecil, terutama yang berusia di bawah 2 tahun. Misalnya, kadar kalsium dalam beberapa air mineral bisa terlalu tinggi sehingga sulit diproses oleh ginjal si kecil. Kadar sodium dalam air mineral juga kadang lebih tinggi dari yang direkomendasikan, yaitu 350 mg per hari bagi bayi umur 1 tahun. Namun, mama bisa sedikit tenang bila si kecil telah berumur 2 tahun ke atas. Ginjalnya cukup matang untuk memproses air mineral.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia