Bicara Tentang SARA Pada Anak

Di negara yang ‘penuh warna’ ini, kita harus membesarkan anak-anak yang penuh toleransi. Karena itu, yuk kita mantapkan kembali niat menanamkan pada anak sikap saling menghormati dan toleransi antar suku, agama, ras dan golongan.

Berikut tips caranya dari Dr. Beverly Tatum, pengarang buku Why Are All the Black Kids Sitting Together in the Cafeteria? And Other Conversations about Race.

- Cari momen pengajaran
Bila anak yang bertanya-tanya duluan pada Anda, mungkin Anda tinggal menjelaskan padanya. Tapi kalau tidak, Anda bisa mencari pembuka pembicaraan dalam aktivitas sehari-hari.

“Saya sedang memasak bersama anak saya yang berusia 3 tahun,” cerita Dr.Tatum. “Kami memecahkan telur yang kulitnya terang lalu mengambil telur lain yang kulitnya lebih gelap. Anak saya menyadari bahwa kulit telur terakhir warnanya beda. ‘Ya,’ saya menjawab, ‘Tapi lihat deh, isinya kan sama. Manusia juga begitu, kulitnya, sukunya, agamanya bisa berbeda-beda, tapi di dalam hatinya mereka juga sama.”

- Sesuaikan obrolan dengan umur anak
Untuk anak-anak balita, gunakan contoh konkrit seperti soal telur tadi. Anak lebih besar sudah bisa memahami konsep keadilan, jadi Anda bisa membicarakan misalnya soal diskriminasi SARA dengan mereka.

Katakan, “Dulu, waktu jaman penjajahan, nenek moyang kita sudah saling janjian bahwa semua orang Indonesia harus bersatu melawan penjajah. Sudah merdeka juga harus tetap bersatu, apapun suku dan kepercayaannya nggak boleh dibeda-bedakan, semua boleh melakukan kegiatan adat dan ibadah.

Jadi kita nggak boleh menghalangi teman atau orang lain yang agamanya beda dengan kita untuk ibadah. Kan awalnya sudah ada perjanjian, janji harus ditepati, kan”. Menurut Dr. Tatum, saat menjelaskan, Anda perlu menekankan pada anak bahwa tidak ada suatu suku atau suatu kelompok agama yang jadi penindas dan jadi korban agar tidak terbentuk stereotype terhadap suku atau agama tertentu.

Terima saja bahwa prasangka mungkin terjadi – tapi itu tidak berarti rasis. Tiba-tiba anak berkomentar soal agama atau suku lain yang membuat Anda terkejut. “Anak memang suka meniru komentar yang mereka dengar dari orang lain, tapi itu tidak selalu berarti anak meyakini komentar yang ia lontarkan,” kata Dr.Tatum.

Coba tanya pada anak mengapa ia berkomentar demikian, kemudian dengan lembut gugurkan prasangka atau stereotype yang terbentuk, katakan misalnya, “Mama juga dengar orang-orang bilang gitu soal agama itu, tapi teman-teman mama banyak yang beragama itu dan yang dikatakan orang-orang itu tidak benar”.

- Jadilah contoh buat anak
Cara terbaik untuk menanamkan semangat sumpah pemuda pada anak adalah dengan menciptakan relasi social yang inklusif, tunjukkan padanya bahwa mama dan papa berteman dengan banyak orang dari berbagai latar belakang suku, agama, ras dan golongan, demikian saran Dr. Tatum.


 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia