Hindari Memaksa Anak

Terlalu keras mendorong bahkan memaksa anak mengembangkan suatu ketrampilan yang tak diinginkannya,  bisa jadi tekanan bagi anak. Dalam hal ini, Anda harus bijak, Ma, karena terkadang anak butuh sedikit paksaan untuk membuatnya mau maju.

 “Sejujurnya saya menyesal kenapa dulu orang tua tidak memaksa saya meneruskan les piano. Padahal namanya anak-anak, wajar kan kalau waktu kecil saya cepat kehilangan minat terhadap sesuatu. Setelah saya dewasa, iri rasanya melihat teman yang bisa memainkan alat musik.

Makanya saya mengharuskan, bahkan sedikit memaksa, semua anak saya untuk les musik. Jenis alat musiknya mereka boleh pilih. Untungnya paksaan saya berbuah manis, si sulung yang sudah SMU sekarang malah membentuk band bersama teman-teman sekolahnya,” ujar Nita Pratiwi, Mama dari dua anak yang tinggal di Jakarta.

Lalu, bagaimana caranya untuk ‘memaksa’ secara bijaksana? Yang harus Anda ingat, jangan memaksa hanya sekadar untuk memuaskan ambisi Anda. Cara pendekatan dan pengungkapan Anda juga bisa mengubah paksaan menjadi dorongan. Misalnya, saat anak sedang bosan les piano, coba antarkan ia ke tempat les, kemudian dengarkan ia bermain dan tunjukkan ekspresi bangga Anda kepadanya.

Untuk menguasai instrumen musik memang butuh waktu. Selama rentang waktu itu, anak bisa saja merasa bosan dan kecewa ketika ia tak bisa langsung menguasai keterampilan barunya. Di situlah saatnya Anda mendorong anak untuk bertahan. Beri ia pujian atas upayanya belajar dan kegigihannya bertahan. Biasanya, begitu anak mulai menguasai keterampilan tersebut, ia akan menikmatinya, merasa lebih percaya diri, dan termotivasi untuk terus belajar.  

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia