Alasan Wanita Lebih Rentan Hipertensi dari Pria


Istilah hipertensi pasti sudah sering Anda dengar. Penyakit kelainan pada tekanan darah ini memang bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Secara ilmiah, hipertensi terjadi akibat adanya gangguan pada sistem peredaran darah, sehingga nilai tekanan darah berada di atas normal, yaitu melebihi 140/90mmHg. Jika tidak ditangani dengan baik, hipertensi dapat menimbulkan komplikasi serius pada organ tubuh yang vital, antara lain infark jantung, gagal ginjal, dan stroke. 

Menurut dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP(K), FIHA, FAsCC, pakar hipertensi dari Indonesian Society of Hypertension (InaSH), yang ditemui pada konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu, hipertensi masih menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia, “Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting yang menyebabkan penyakit kardio-cerebro-vascular (KCV). Sebagian besar kematian di dunia disebabkan oleh penyakit KCV.”

Dokter yang akrab disapa dr. Ann itu juga menambahkan, “Kelainan KCV pada wanita seringkali kurang mendapat perhatian akibat kurang terdeteksinya faktor-faktor risiko penyakit KCV, seperti obesitas.” Padahal, angka wanita obesitas jauh lebih tinggi daripada pria. Data Riskesdas 2007 mencatat prevalensi obesitas pada wanita adalah 29%, sedangkan pria 7,7%, sehingga dapat dikatakan bahwa risiko wanita mengalami KCV lebih tinggi dibandingkan pria.

Pada usia dewasa muda (30-50 tahun), hipertensi lebih banyak terjadi pada pria. Karena pada usia ini, tekanan darah sistolik (TDS) wanita lebih rendah daripada pria. Akan tetapi, setelah usia 50 tahun, kejadian hipertensi pada wanita meningkat dengan cepat. Bahkan, jika digambarkan dengan angka, prevalensi wanita hipertensi bisa mencapai 60% pada usia 65 tahun dibandingkan pria. Karena pada usia 50-an umumnya wanita mulai memasuki masa menopause, maka terjadi penurunan hormon estrogen secara tajam. Akibatnya, pembuluh darah arterial menjadi kaku, serta merusak lapisan sel dinding pembuluh darah (endotil). Keadaan itu dapat memicu terjadinya pembentukan plak dan mengaktivasi sistem tubuh yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Untuk itu, dr. Ann menyarankan, sebaiknya mulai  usia 30 tahun Mama perlu melakukan cek tekanan darah secara berkala, setidaknya dua kali dalam setahun. Tindakan itu untuk mengantisipasi adanya hipertensi yang gejalanya kerap tidak diketahui. Artinya, seseorang baru menyadari dirinya mengidap hipertensi ketika mencari penanganan medis untuk penyakit yang tidak berkaitan. Meski demikian, hipertensi dapat ditandai dengan sakit kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi hari), pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam telinga), gangguan penglihatan, bahkan pingsan. Pada beberapa kasus, gejala hipertensi juga dapat berupa jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, wajah memerah, dan hidung berdarah.

Sebenarnya, Mama bisa mencegah hipertensi, kok. Kuncinya adalah amalkan gaya hidup sehat. Di antaranya, dengan aktif melakukan gerakan fisik lewat berolahraga, menjaga berat badan ideal, stop merokok, menurunkan asupan garam, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, serta membatasi minum minuman beralkohol. Terutama, jika Anda saat ini memiliki berat badan yang berlebih (obesitas) dan memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi. (Alika Rukhan)

Foto: Pixabay

Baca juga : Kenali Gejala Serangan Jantung Mendadak pada Wanita



 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia