Mama Stres Pasca Melahirkan? Ini Penyebab dan Gejalanya!


Mama pernah mengalami stres pasca melahirkan? Bingung mendengarkan banyak masukan dari sana sini, sehingga tak merasa menjadi mama yang baik? Itulah gambaran kecil permasalahan para mama setelah melahirkan yang kerap disebut sebagai baby blues. “Baby blues tergolong normal, sekitar 80 persen mama setelah melahirkan dapat mengalaminya. Namun, ini dapat hilang dengan sendirinya. Asalkan, mama mendapat cukup istirahat dan nutrisi seimbang,” ungkap Anna Surti Ariani (Nina), psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Lantas, bagaimana dengan mama yang tega melukai anaknya?

JANGAN MENGHAKIMI DULU
Di dalam menjelaskan fenomena mama yang tega mengabaikan, menyakiti bahkan membunuh anaknya sendiri, kita tak boleh gegabah menuduh apalagi langsung menghakiminya sebagai mama yang sadis. Dalam kamus besar ilmu psikologi, kejadian ini sudah lama dikenali sebagai postpartum depression (PPD) dan postpartum psychosis (PPP), yakni sebuah kegagalan mengelola emosi yang dikaitkan dengan proses hamil dan melahirkan. “Postpartum depression dan postpartum psychosis ini dapat terjadi secara terpisah, atau berawal dari baby blues yang tidak tertangani sehingga berlanjut menjadi PPD,” jelas Nina.

Catat, ini berbeda dengan perilaku sadis, depresi, dan gangguan mental biasa. Kejadian PPD dan PPP sangat berkaitan erat dengan proses melahirkan, termasuk perubahan hormonal mama saat hamil dan pasca melahirkan yang memperberat kondisi psikologis mama yang sudah memiliki masalah. “Semuanya saling memengaruhi, sehingga berbeda dengan depresi atau psikosis (gangguan mental) pada kasus di luar ibu melahirkan,” ujar Nina lagi.

PAHAMI GEJALANYA
Baik postpartum depression dan postpartum psychosis, sebenarnya bukan gangguan mental yang mendadak muncul tanpa tanda-tanda. Sebelum menjadi depresi apalagi psikosis, ada gejala-gejala pendahulu yang bisa dikenali lingkungan sekitar. Pada kasus baby blues, lingkungan dapat mengenalinya dari gejala mama yang menjadi pemurung, mudah lelah, mengalami mood swing (tiba-tiba menangis tanpa sebab), mudah tersinggung, malas mengurus bayi, dan sulit tidur. Nah, pada kasus PPD gejala yang dialami lebih berat. Misalnya, mama sulit tidur hingga berminggu-minggu, kalau tidur pun cepat terbangun dan tidak bisa tidur lagi, atau selama tidur terus-menerus terbangun bukan karena mengurus bayi.

Mama juga mengalami perubahan drastis pola makan (mendadak makan terus atau malas makan), tidak termotivasi, terlihat tidak ada rasa sayang terhadap anak, merasa tidak berharga, bisa tiba-tiba diam dan tidak ‘nyambung’ saat diajak bicara, gairah seks menurun (kadang-kadang menyebabkan pertengkaran rumah tangga), suka menyakiti diri sendiri, dan kalau mama kembali bekerja maka pekerjaannya kerap lambat selesai dan ketidaktelitiannya luar biasa. Semua gejala ini dapat berlangsung lama, mulai dari 2 mingguan hingga setahun lamanya.

Apabila kondisinya sangat parah, mama mungkin mencoba menyakiti diri sendiri bahkan berusaha bunuh diri. Sementara postpartum psychosis dapat merupakan kelanjutan dari gejala PPD yang semakin berat atau memang terjadi psikosis setelah ibu memiliki bayi. Namun gejalanya tetap dapat dikenali sebelum mama benar-benar mengalami PPP. Di antaranya, mama menjadi kurang terikat dengan realita dan kerap mengatakan hal-hal yang tidak nyata, sering berhalusinasi serta sulit membedakan halusinasi dan realita, omongannya sering tidak menyambung, gampang panik dan tiba-tiba seperti ada yang melawan dirinya, melihat bayinya bukan seperti bayi (kadang melihatnya sebagai monster yang harus dilawan karena bisa mencelakai bayinya, dirinya sendiri, atau merugikan keluarga), menjadi pendiam dan menutup diri, hingga menjauhkan diri dari pergaulan selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. “Kondisi-kondisi ini dapat berlangsung lebih lama dari PPD. 1 hingga 3 tahun lamanya, sehingga sebenarnya lingkungan terdekat dapat mengenalinya sebelum terjadi hal-hal yang berbahaya,” ujar Nina.

Pada kasus mama yang tega membunuh atau mencelakai bayi dengan indikasi PPP, kita tidak dapat menyalahkan si mama melakukan tindak kriminal. Apa yang dilakukannya tidak di dalam kendali kesadarannya. Hal itu juga bukan pertanda ia sadis atau tidak berperikemanusiaan. “Dia tidak menyadari apa yang dilakukannya. Tidak sadis, tetapi dia hanya membela diri dari hal-hal yang dianggapnya berbahaya,” ujar Nina.

Foto: 123rf

Baca juga : Penyebab Bayi Lahir Besar

 





Video

Lindungi Anak dari Kejahatan Pedofilia


Polling

Mama Stres Pasca Melahirkan? Ini Penyebab dan Gejalanya!

Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia