5 Fakta Tentang Keguguran


Keguguran (abortus spontan) adalah pengeluaran spontan mudigah atau hasil kehamilan, pada usia kehamilan yang mana janin belum bisa bertahan hidup. Usia kehamilan yang digunakan untuk menyatakan kondisi keguguran adalah di bawah 20 minggu. Banyak kejadian, keguguran terjadi di bawah 10 minggu. Karena itu, tidak mengherankan kebanyakan keguguran terjadi sebelum wanita menyadari kehamilannya. Hanya sekitar 15 persen terjadi pada kehamilan yang diketahui. Sebagian keguguran penyebabnya tidak diketahui, bahkan ketika keguguran terjadi berulang. Tetapi, sebagian lagi sebenarnya bisa diketahui karena ada masalah-masalah, seperti kelainan struktur organ reproduksi, infeksi, penyakit-penyakit tertentu, hingga gaya hidup dan polusi.

Kelainan Kromosom
“Sekitar 80 persen keguguran disebabkan oleh kelainan kromosom,” ungkap Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG (K), akrab disapa dr. Ovy, staf pengajar di RSCM/FKUI, Jakarta. Setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom, sebagian dari ibu dan sebagian dari ayah kita. Terkadang, ketika telur dan sperma bertemu saat pembuahan, terjadi ‘kesalahan’, lalu kromosom-kromosom itu tidak bisa tersusun dengan benar. Akibatnya, embrio yang dihasilkan memiliki kelainan kromosom dan kehamilan berakhir dengan keguguran. Keguguran akibat kelainan kromosom, umumnya terjadi di usia kehamilan dini, di bawah 10 minggu, pada kehamilan pertama. “Penyebabnya bisa karena sperma atau sel telur yang tidak baik, pengaruh polusi, misalnya dioksin pada pestisida, dll, sehingga menyebabkan kelainan atau cacat hebat pada janin. Lalu janin ini oleh tubuh secara spontan dikeluarkan, karena tubuh tidak menerima janin yang cacat. Ini mekanisme alam. Semacam blessing in disguise, karena kalau pun bayinya bertahan, akan menjadi bayi yang cacat hebat,” papar dr. Ovy.

Kelainan baru bisa diketahui ketika sudah terjadi keguguran dan sudah dilakukan tes. Ya, memang ada tes kromosom, yang bisa dilakukan dengan meneliti jaringan yang sudah gugur. Tetapi, itu memang hanya untuk keperluan identifi kasi saja, karena menurut dr. Ovy, tidak ada yang bisa dilakukan ataupun pengobatan terhadap kelainan kromosom. Jika penyebab keguguran adalah kelainan kromosom, sebenarnya Anda tidak perlu khawatir, Ma. Karena, “Sekitar 80-90 persen pasien yang baru mengalami keguguran bisa hamil lagi dan kondisinya normal. Hanya sedikit sekali dari mereka mengalami keguguran berulang. Keguguran berulang biasanya bukan lagi disebabkan oleh kelainan kromosom,” ungkap dr. Ovy.

Tetapi, jika kelainan kromosom ini disebabkan oleh faktor usia ibu, kondisinya akan lebih sulit. Menurut dr. Ovy, ibu yang hamil pada usia 40 tahun atau lebih, risiko kelainan kromosomnya besar sekali. Mungkin mencapai 3 kali lipat dibandingkan ibu hamil di usia 20-30 tahun. “Karena pada wanita berusia 40 tahun, usia telurnya juga 40 tahun. Risiko terpapar polusi, dll, itu sudah tinggi. Kondisinya tidak mudah lagi. Kelainan kromosom pada ibu-ibu yang masih muda mungkin terjadi karena polusi sesaat atau kondisi yang kebetulan sedang tidak baik, sehingga kesempatan untuk segera hamil kembali lebih besar.”

Ketika Terjadi Pada Kehamilan Lanjut
Kelainan pada rahim dan serviks atau leher rahim yang lemah atau tidak kompeten bisa menyebabkan keguguran. Umumnya, keguguran yang disebabkan hal tersebut terjadi pada kehamilan yang lebih tua, di atas 10 minggu. “Sekitar trimester kedua. Sesudah 12 minggu, sebelum 20 minggu,” kata dr. Ovy. Artinya, keguguran terjadi ketika bayi yang dikandung sudah cukup besar. Semakin besar bayi, semakin berat pula bobotnya. Kalau kondisi rahim tidak baik dan leher rahim yang menjadi kuncinya juga lemah atau tidak kompeten, bayi akan lahir spontan atau sebelum waktunya. “Pada keguguran yang terjadi pada kehamilan lebih besar seperti ini, misal karena kelainan rahim, miom, leher rahim lemah atau tidak kompeten, bayinya baik-baik saja dan tidak meninggal di dalam rahim tapi tidak juga bisa bertahan hidup,” kata dr. Ovy.

Kondisi ini sebenarnya bisa diatasi dengan melakukan koreksi. Bentuk rahim yang tidak sempurna, misalnya rahim dupleks (rahim seolah akan menjadi dua), bisa dikoreksi melalui operasi. Tetapi, tentu saja hal ini harus dilakukan sebelum terjadi kehamilan. Jika masalahnya adalah serviks yang lemah atau tidak kompeten, maka pada saat kehamilan, harus dipasang ikatan pada leher rahim supaya tidak terbuka, untuk mencegah bayi lahir ketika leher rahim tidak mampu menjaga. Prosedur ini dinamakan circlage. “Dengan dipasangi ikatan, kehamilan bisa berlangsung normal. Bahkan ibu hamil tidak perlu harus bed rest karena biasanya ikatan ini cukup kuat. Ketika cukup bulan, circlage dibuka, kelahiran bisa dilakukan secara normal,” jelas dr. Ovy.

Penting: Pemeriksaan Prahamil
Tindakan pencegahan, bagaimana pun, selalu lebih baik. Dr. Ovy menyarankan, jika Anda berencana hamil, sebaiknya lakukan pemeriksaan prahamil untuk memastikan kondisi Anda dan meminimalkan komplikasi pada janin dan Anda. “Bila baru menjalani berbagai tes saat sudah hamil, bisa jadi Anda sudah terlambat,” cetus dr. Ovy. Kalau setelah hamil ketahuan ada rubella, misalnya, sudah tidak bisa dilakukan apa pun karena rubella tidak ada obatnya.

Pemeriksaan prahamil mencakup apa saja? Yang paling sederhana adalah pemeriksaan fisik ibu, misalnya apakah terlalu gemuk atau terlalu kurus. Dilihat riwayat kesehatannya, apakah ada kelainan jantung, penyakit berat semisal TBC, darah tinggi, dll. Habit dan gaya hidup ibu juga dicatat, apakah biasa merokok, minum minuman beralkohol, pola makannya sehat atau tidak, pola kerjanya, dll.  Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, biasanya paling penting pemeriksaan darah, hemoglobin, dan gula darah, karena itu yang paling sering menyebabkan keguguran. “Pemeriksaan ini murah, kok. Itu saja sudah cukup dan bisa untuk melakukan banyak pencegahan. Tetapi kalau ada dana lebih, boleh lakukan pemeriksaan terhadap virus rubella dan toksoplasma,” kata dr. Ovy. Jika setelah pemeriksaan prahamil diketahui ada masalah-masalah yang mengancam kehidupan janin, maka perlu segera dilakukan koreksi, perubahan, atau pengobatan. Sehingga, ketika hamil, risiko keguguran atau komplikasi bisa dicegah. “Jika Anda perokok, maka hentikan dulu. Kalau ada infeksi, anemia, dan penyakit-penyakit serius lainnya, maka bisa diobati dulu.”

Kapan Perlu Kuretase
Ada keguguran spontan yang tidak meninggalkan sisa jaringan, sehingga perdarahan bisa cepat berhenti. Contohnya adalah keguguran pada kehamilan di bawah 6 minggu. Lebih dari itu biasanya sebagian jaringan masih tertinggal. Sehingga, kalau tidak dibersihkan, bisa terjadi perdarahan ulang yang banyak atau infeksi. “Jadi, standar prosedur yang disepakati oleh dokter, jika terjadi keguguran pada seorang pasien, kita harus secepat mungkin membersihkannya supaya tidak berbahaya bagi dirinya. Biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan menggunakan USG, untuk mengecek apakah ketika pasien datang sudah tidak ada perdarahan lagi. Jika tidak ada perdarahan, maka mungkin tidak perlu kuretase. Kalau masih, itu harus dihentikan, atau ditengarai masih ada sisa jaringan di dalam rahimnya, sehingga perlu tindakan kuretase,” kata dr. Ovy.

Mencoba Hamil Lagi
Kapan saat ideal untuk hamil kembali usai keguguran? Ini tergantung penyebabnya. Kalau penyebabnya adalah kelainan kromosom, sebulan setelah keguguran atau kuretase pun sudah boleh hamil lagi. Yang pasti, perbaiki pola hidup, gizi, dan kendalikan penyakit yang Anda derita. “Kalau Anda perokok, sampai Anda bisa berhenti merokok. Kalau Anda menderita sakit, sampai penyakit Anda terkendali atau diobati secara tuntas. Kalau Anda terinfeksi toksoplasma, maka harus sudah dinyatakan sembuh baru bisa hamil. Tetapi, selain masalah fisik, yang perlu diperbaiki adalah psikis. Kalau psikis sudah siap, silakan mencoba hamil lagi,” kata dr. Ovy

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia