6 Cara Membesarkan Anak yang Tahan Banting



Dibandingkan zaman kita kecil dulu, anak-anak zaman sekarang bisa dibilang jauh lebih ‘sibuk’. Sejak usia batita saja, banyak di antara mereka sudah dimasukkan ke prasekolah atau playgroup.

Belum lagi tuntutan-tuntutan berbau akademis, seperti harus bisa baca, berhitung, menulis, sebelum masuk sekolah formal. Pastikan saja Anda meluangkan waktu Anda untuk membantu anak mengembangkan kemampuan-kemampuan ini, demi masa depan mereka.

Dan, hal itu bisa Anda mulai dari rumah! Berikut cara membesarkan anak yang tahan banting:

Anak seharusnya mengeksplorasi dunia
Sejak bayi, mereka perlu sering berinteraksi tatap muka, berkomunikasi dan bermain dengan orang-orang dewasa. Anak-anak sebaiknya didorong untuk mengalami banyak hal yang terjadi di dunia sekitar mereka, membebaskan mereka bereksplorasi.

Terlalu banyak waktu terstruktur – dan waktu yang dihabiskan dengan gadget – akan menghilangkan pembelajaran fundamental yang terjadi saat permainan tak terstruktur. Tak hanya itu, terlalu mementingkan kegiatan ‘akademis’ di usia dini anak, sehingga mengorbankan waktu bermain mereka (entah itu jam istirahat, terlibat dalam pementasan drama sekolah, dll.), juga akan memengaruhi perkembangan otak mereka. 

Saat berinovasi, anak belajar sesuatu
Anak-anak punya kemampuan untuk memecahkan masalah, kok. Mereka memahami apa itu trial and error, hubungan sebab-akibat berbagai hal.

Dan, kemampuan-kemampuan itu mungkin dipupuk atau dimatikan oleh orang dewasa. Anak-anak perlu diajak melakukan aktivitas-aktivitas tidak terstuktur, yang hasilnya belum bisa dipastikan, sehingga mereka bisa mengambil keputusan.

Menggambar, menyusun balok, membuat berbagai bentuk dari tanah liat – dan apa pun yang memungkinkan anak melakukannya tanpa instruksi dan kritik – akan membantu anak-anak menemukan diri mereka yang inovatif.

Orang tua dapat menyuburkan proses ini dengan memberikan waktu untuk aktivitas tak terstuktur yang menggunakan bahan-bahan sederhana, dan memberi contoh, serta mendorong anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Jadi, mewarnai tak selalu harus searah dan tidak boleh keluar garis, Ma! 

Anak akan diuntungkan dengan menjadi orang optimistis
nak-anak yang belajar untuk selalu optimistis akan mampu menghadapi kegagalan dan mencari solusi, yang belum tentu ampuh, tetapi berdaya lenting.

Orang tua dapat mendorong anak-anak untuk mengungkapkan tantangan-tantangan yang mereka hadapi – entah belajar mengayuh sepeda roda dua, mata pelajaran yang susah di sekolah, masalah dengan teman – dan membantu mereka menemukan hal-hal apa saja yang bisa mereka lakukan untuk mengidentifikasi langkah selanjutnya untuk mengatasi semua itu.

Anak sebaiknya mampu menemukan kesempatan
Anak-anak seharusnya tidak selalu dilindungi – mereka perlu juga berbuat ceroboh, lho. Daripada selalu menekankan untuk mengambil risiko, didik anak agar memiliki kemampuan untuk menemukan kesempatan, dan belajar menggunakan kesempatan itu, sambil mengatasi (serta belajar dari) kekurangan-kekurangan yang mungkin ada, untuk mengetahui rasanya mendorong diri mereka sendiri.

Orang tua dapat mengawasi, tanpa memberikan bantuan, ketika anak ingin mencoba memanjat pohon yang agak tinggi. Dan, hal itu bukan sekadar aktivitas fisik.

Pastikan anak mau mengangkat tangan di kelas saat gurunya bertanya sesuatu, meskipun sebenarnya ia tidak yakin dengan jawabannya. Dorong anak untuk mencoba ikut pementasan drama di sekolah, meski sebenarnya ia demam panggung. Rayakan setiap upaya dan pembelajaran anak, bukan hanya saat ia memenangi sesuatu.

Anak harus mau berkotor-kotor
Anak-anak perlu mengerti bahwa mereka tidak bisa mengharapkan orang lain mengerjakan semua pekerjaan yang kotor.

Biarkan anak-anak membantu pekerjaan rumah tangga (mereka bisa membantu sebisa mereka, tak perlu melakukan pekerjaan yang belum mampu mereka lakukan sendiri), dan belajar bekerja sama dengan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Bantu mereka memahami bahwa segala hal di dunia ini tidak bisa beres begitu saja dengan sendirinya, dan tunjukkan bahwa orangorang yang belajar menyelesaikan pekerjaan kotor mereka akan sukses.

Anak perlu memiliki kemampuan sosial
Banyak penelitian membuktikan bahwa kemampuan bergaul dengan anak-anak lain sejak usia dini berkaitan dengan kesuksesan saat dewasa (baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional).

Anak-anak perlu belajar menghadapi konflik yang timbul secara proaktif, bukan dengan marahmarah dan mengamuk agar keinginan mereka tercapai. Kolaborasi merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan sejak anak-anak, dan orang tua dapat mendorong anak bekerja sama dalam sebuah proyek sebagai tim, yang memungkinkan mereka saling mendukung dan menyemangati.

Komunikasi juga penting – berbicara dengan anak-anak, dan mengembangkan kemampuan mereka bercakap-cakap dalam setiap tahapan perkembangan mereka, akan membuahkan hasil yang menguntungkan di kemudian hari, lho.

Anak harus membantu orang lain.
Ada penelitian yang mengatakan bahwa anak-anak, bahkan batita – pada dasarnya senang membantu, jika memang diberi kesempatan untuk itu.

Kalau Anda menjatuhkan sesuatu, coba lihat apakah anak akan tergerak mengambilnya, dan biarkan ia melakukan itu. Setelah itu, jangan lupa ucapkan terima kasih. Beberapa penelitian bahkan mengungkapkan, dengan membiasakan anak membantu Anda, maka ia pun tak akan segan-segan menolong sesamanya.

Berikan contoh cara berempati dan peduli dengan orang lain, serta tunjukkan bahwa selalu ada jalan untuk membantu sesama yang membutuhkan.

Baca Juga:
10 Kelebihan Anak Jika Papa Terlibat Mengasuhnya

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia