3 Kondisi Ini Termasuk Perilaku Bullying


Ketika anak mengadu tentang perilaku teman yang menyakiti hingga membuat ia menangis atau terpojok, apa yang Mama rasakan? Geram, marah, dan tidak terima? Merasa anak mengalami bullying dan perlu melapor agar pihak sekolah melakukan tindakan terhadap pelakunya? Tunggu dahulu, Ma. Sebelum memutuskan membuat kesimpulan anak mengalami bullying, Anda perlu tahu apakah ia mengalami bullying atau ‘sekadar’ berkonflik dengan temannya.

Konflik biasa terjadi dalam kehidupan sosial seseorang, bahkan anak-anak. Namun, dengan maraknya berita seputar bullying belakangan ini, banyak orang tua yang akhirnya begitu sensitif sehingga ketika anaknya berkonflik dengan temannya, ia sudah berpikir, jangan-jangan anak mengalami bullying. Untuk melihat apakah tindakan-tindakan yang terjadi kepada anak adalah bullying atau berpotensi bullying, sebaiknya Anda banyak mengamati dan berkomunikasi dengan anak, sesama orang tua, dan guru di sekolah karena ada beberapa ‘syarat’ suatu tindakan dikatakan bullying.

Yang pertama, bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan seseorang dan melibatkan power imbalance. “Satu pihak powerful, sementara satu lagi powerless. Jika sama-sama powerful, itu bukan bullying,” kata Anna Surti Ariani, S.Psi., M.si, Psikolog (Nina), dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Misal, kalau satu anak mengejek anak lain, lalu yang diejek merasa minder, kemungkinan itu bullying. Tetapi, kalau sama-sama kuat, anak yang dikata-katai melakukan pembalasan, maka itu bukan bullying.

Yang kedua, dilakukan secara berulang. Jika pelaku sedang merasa jengkel, sehingga saat itu ia marah kepada temannya, maka tidak bisa dikatakan ia sedang melakukan bullying. Dan, syarat ketiga adalah dalam bullying harus ada intensi untuk membuat si korban bertambah buruk atau terluka. Kalo tidak ada intensi melukai, maka itu tidak bisa dikatakan bullying. Sebagai contoh, ada seorang anak suka memain-mainkan pensilnya, tanpa sengaja melukai temannya. Ia tidak punya maksud melukai, berarti ia tidak ada intensi buruk terhadap orang lain, apalagi jika ketika menyadari kesalahannya ia meminta maaf. “Perilaku-perilaku tersebut memang rentan kita sebut bullying. Tetapi belum cukup kita sebut bullying, kalau terbukti tidak ada 3 hal tersebut: power imbalance, berulang, dan berintensi. Jika tidak ada 3 hal itu, apa yang terjadi kepada anak dengan temannya itu adalah konflik,” kata Nina. (foto: dok parenting)

Baca Juga: 4 Kesalahan Orang Tua Ini Bentuk Anak Jadi Pelaku Bullying


Topic

#stopbullying

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia