Asesmen Otentik, Ajarkan Anak Memecahkan Masalah


Bangku pendidikan bukan hanya menjadi sarana anak meraih masa depan dengan ijazahnya. Lebih dari itu, ini adalah sarana anak mendapatkan berbagai ilmu yang berguna bagi hidupnya. Kini, semakin banyak pelaku pendidikan dan wali murid yang berharap anaknya memahami banyak hal dari sekolah dibanding mengejar skor hasil ujian. Apalah artinya ranking, kalau ilmu yang didapat ternyata tak mampu diterapkan anak saat menemui masalah baru.

Selama ini, pendidikan dengan sistem tradisional sangat menomorsatukan skor sebagai cara mengukur kemampuan seorang murid. Batas minimal kemampuan siswa pun diukur dari minimal skor yang didapat. Tentunya, cara ini sangat memudahkan bagi pengajar untuk menentukan kapan murid lulus dan tidak lulus. Namun, dalam praktiknya, murid yang lulus akan suatu mata pelajaran, belum tentu mampu memanfaatkan ilmunya di kehidupan nyata atau permasalahan lain.

Sebagai titik balik, muncullah sistem pendidikan baru yang disebut sebagai Asesmen Otentik. Konsep pendidikan ini telah meninggalkan cara-cara tradisional seperti ujian multiple choice, benar-salah, dan menjawab dengan kalimat positif saja. Tujuannya bukan lagi menjejali murid dengan kemampuan dari sekolah sebagai syarat untuk melakukan pekerjaan, namun membekali murid dengan kemahiran dalam memecahkan masalah.

Dari sebuah catatan seorang pengajar, ada keprihatinan yang terselip saat anak-anak didiknya kesulitan memecahkan permasalahan. Padahal guru tersebut sebenarnya telah memberikan dasarteori untuk memecahkan masalah yang disodorkan. Dalam sebuah kasus, seorang guru yang telah memberikan pelajaran cara menghitung serta rumus busur lingkaran, mengajak murid-muridnya bereksperimen dengan mencari cara memaksimalkan kapasitas tempat duduk di sebuah teater berbentuk lingkaran dengan panggung berputar di tengah. Sebelumnya, guru memilih siswa yang telah lulus ujian teori rumus tentang busur lingkaran, lalu murid-murid ini diminta bekerja secara berkelompok untuk meningkatkan skema yang sudah ada dan harus dapat mengakomodasi standar pembangunan serta persyaratan keamanan tertentu dalam rancangan ulang mereka.

Asumsi guru tersebut, murid-murid akan menggunakan rumus panjang busur lingkaran untuk menentukan desain terbaiknya. Selain itu, melalui pertimbangan perhitungan maupun penalaran murid, mereka akan mampu memecahkan masalah yang ditugaskan dengan memberi hasil yang terbaik. Setelah dievaluasi, ternyata masih banyak murid-murid yang menghasilkan solusi kapasitas teater dengan cara menggambar terlebih dahulu. Dan hasilnya, bukanlah solusi yang terbaik dari mereka. Pada akhirnya murid-murid belajar bahwa menghitung panjang busur menggunakan tali yang diletakkan di sepanjang lengkungan skala gambar, menghasilkan kapasitas teater yang jauh lebih maksimal dan masuk akal. Dari sini, sang guru menyadari bahwa murid-murid masih banyak yang tidak menyadari bahwa rumus geometri diciptakan untuk mengukur sesuatu serta memecahkan masalah nyata. “Dari sini terlihat bahwa menghafal saja kerap tak membuat siswa mampu memecahkan masalah nyata. Namun, saat murid memahami konsep sebuah rumus, ia akan mampu memanfaatkannya dalam banyak permasalahan. Hal yang sama juga berlaku untuk teori-teori sosial, bahasa, agama, dan seterusnya,” jelas Marsaria Primadona, Primary Years Program Coordinator dari Kampus Guru Cikal, atau yang akrab dipanggil Prima.

Masih menurut Prima, cara pembelajaran terapan juga dapat mengolaborasikan beberapa subjek pelajaran dalam satu proyek eksperimen sekaligus. Misalnya, murid dapat belajar tentang bahasa, sains, matematika, penalaran dan komputer dalam satu proyek pameran sains. Dari segi bahasa, mereka belajar menyusun proposal hingga laporan dalam bahasa yang baik dan benar. Dari segi ilmu matematika, mereka belajar berbagai penghitungan perencanaan hingga membuat laporan kesimpulan proyek tersebut. Dari segi sains, mereka menggali konsep sains yang diterapkan dalam proyeknya. Dari segi penalaran, mereka mencari cara menjawab permasalahan proyek yang ada. Dan, dari segi ilmu komputer, mereka belajar memanfaatkan komputer untuk menyusun proposal hingga memanfaatkan aplikasi untuk membantu pengerjaan proyek.

“Pendekatan pengajaran berbasis proyek ini membutuhkan kurikulum yang lebih ramping untuk mendapatkan waktu dalam mengembangkan ide lebih dalam. Guru harus pandai dalam memilih apa yang penting diajarkan, karena guru tidak mungkin mengajarkan setiap konsep untuk mencapai tingkat pemahaman yang sangat baik,” jelas Prima lagi.

Foto: 123rf

Baca juga : Mengembangkan Karakter Anak dengan Belajar Sejarah

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia