Kapan Anak Tidur Terpisah dari Orang Tua?


Keterbatasan ruang, adalah salah satu alasan paling umum yang dilontarkan para mama ketika ditanya mengapa anaknya yang bahkan sudah duduk di bangku SD masih tidur sekamar dengan mama dan papanya. “Bagaimana bisa memberikan kamar sendiri buat si kecil, kalau tinggal saja masih menumpang di rumah orang tua?” Mungkin begitu pikir Anda. Dan ketika mimpi untuk memiliki rumah sendiri terasa masih jauh, banyak di antara orang tua yang tidak tahu sampai di titik mana mereka akan terus mengizinkan anak tidur bersama mereka.

Kapan harus tidur terpisah? Pertanyaan di atas gampang-gampang susah menjawabnya. Noumi, mama dua anak, Nayla (8) dan Mila (6) mengatakan bahwa sampai saat ini tak pernah terpikirkan olehnya untuk berpisah kamar dengan anak-anaknya. Alasannya berhubungan dengan beberapa manfaat yang ia ketahui, salah satunya memudahkan proses bonding dengan anak. “Karena saya bekerja, maka saya butuh waktu yang berkualitas dengan anak-anak. Saya suka memanfaatkan waktu menjelang tidur untuk ngobrol ngalor-ngidul dengan anak-anak,” kata mama yang berprofesi sebagai karyawan swasta ini.

Meski begitu, Noumi pun tahu, kok, bahwa akan tiba saatnya ketika (mau tak mau!) ia harus berpisah kamar dengan anak-anaknya. “Mungkin nanti ketika Nayla sudah SMP,” katanya. Ya, sebagai mama, Anda pasti sadar bahwa momen memeluk anak di tempat tidur sambil menciuminya tak akan berlangsung selamanya. Semakin besar usia anak, ia akan dengan sendirinya ‘menjauh’ dari orang tuanya, menolak untuk dipeluk dan diciumi bertubi-tubi. Inilah satu alasan juga mengapa Brigitta, mama dari Lex (6) akhirnya tega berpisah ranjang dengan anaknya. “Mungkin karena anak laki-laki, umur 5 tahun ia sudah tak mau lagi dicium oleh saya. Ia bahkan sudah lama menolak di-kekepin sama saya atau papanya ketika tidur. Ia akan bilang, ‘Mama sanaan, ah!’,” cerita Brigitta.

Tanda-tanda itulah yang dipakai Brigitta ketika akhirnya mantap memutuskan tak lagi tidur bersama Lex. Meski begitu, proses tidur terpisah tetap dilakukan dengan cara yang smooth, sekadar berjaga-jaga agar Lex tak kaget atau merasa disisihkan. Brigitta mengawalinya dengan membeli sebuah sofa bed. Selama sebulan, ia dan suami bergantian tidur di sofa bed. “Saya beralasan kepada Lex bahwa tubuhnya semakin besar dan tempat tidur kami tak lagi muat menampung kami bertiga,” katanya.

Barulah ketika anaknya berulang tahun, Brigitta bertanya apakah Lex mau dihadiahi ‘kamar tidur’ sendiri? Setelah mendapat jawaban positif, barulah eksekusi 'pindah kamar' dilakukan.


 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia