Mengasah Kemampuan Menulis Anak



Menulis adalah keterampilan, bukan ilmu. Jadi, untuk mencetak penulis tangguh, yang diperlukan adalah banyak berlatih. Banyak hal bisa dilakukan orang tua demi mengasah kemampuan menulis anak, bukan sekadar mengandalkan bantuan guru di sekolah. Di antaranya adalah:

Membangun Budaya Menulis
“Yang terpenting adalah menciptakan budaya menulis. Biasakan anak rutin menulis. Idealnya setiap hari. Tidak perlu waktu yang panjang, asalkan rutin,” ujar Amelia Himawan, psikolog anak sekaligus art therapist dan writing coach. “Misalnya, memanfaatkan waktu kosong di mobil saat berangkat sekolah. Minta anak untuk menulis sesuatu melalui aplikasi notes di ponsel, dengan tema tertentu.”

Selain tidak membatasi bentuk tulisan anak, saran Amelia berikutnya adalah melatih anak untuk dapat ‘menggemukkan’ dan memperkaya tulisannya. Salah satu caranya dengan memancing anak membuat definisi atau opini satu kalimat tentang sebuah kata, kegiatan, atau benda. Misalnya, tentang ‘pergi ke pasar’. Setelah itu, minta anak menggunakan panca inderanya untuk menjelaskan lebih lanjut. Apa yang dilihat di pasar, apa saja obrolan orang yang didengar, bagaimana aroma pasar, apa yang dibeli, bagaimana perasaannya setelah pulang dari pasar, dan seterusnya.

Menciptakan contoh
Anak adalah peniru ulung. Apabila orang tua dapat menjadi role model yang baik dalam hal menulis, maka akan lebih mudah meminta anak melakukan hal serupa. “Dari yang sederhana saja, seperti sesekali menulis memo kepada anak, atau bertukar surat. Bisa juga menulis berdua dengan tema sama, tergantung kesepakatan,” usul Amelia. “Apabila orang tua memang penulis, coba libatkan anak dalam prosesnya. Misalnya, dengan cara menulis buku bersama,” lanjutnya.

Selain itu, memperkenalkan anak pada buku hasil karya para penulis cilik juga dapat memotivasinya untuk ikut menulis, seperti yang disarankan oleh Nadiah, mama dari Hana.

Jangan menghakimi
Menurut Amelia, yang terpenting jangan pernah menghakimi hasil karya anak. Sebuah tulisan adalah karya seni, jadi tidak dapat dinilai salah dan benarnya. “Walaupun, tentu saja, bila itu merupakan tulisan fakta, maka anak harus dibiasakan melakukan riset, agar ia dapat menulis dengan benar,” tambahnya.

Sementara, Nadiah menyarankan para mama untuk tidak membatasi jenis bacaan anak, selama yang dibaca adalah buku yang baik dan sesuai usia mereka. Dengan mengenal aneka jenis buku dan gaya penulisan, anak dapat mengeksplorasi lebih banyak hal tentang kepenulisan.

Aktif mengikutkan anak dalam komunitas yang sesuai
Nadiah mengaku tidak secara khusus mengajari Hana menulis di rumah, biasanya hanya sebatas diskusi ketika Hana sedang menyiapkan outline untuk calon bukunya. Tetapi, dia rajin menyertakan putrinya dalam berbagai komunitas penulis cilik, komunitas bercerita, aneka workshop menulis, juga berbagai kompetisi yang merangsang Hana untuk aktif berkarya. Writing camp seperti yang dikelola Amelia pada waktu liburan sekolah pun dapat dijadikan alternatif.

Bagaimana bila anak tak suka menulis? 
Menurut Amelia, apa pun bisa dijadikan pembuka pintu minat anak untuk menulis dan menyusun buku. Misalnya, lewat menggambar atau meminta anak memotret hal-hal yang menarik dan mencantumkan caption pada tiap foto. “Ambil yang seru saja, misalnya memakai tema ‘30 warung soto yang enak’,” tutur Amelia. Contoh pilihan lain adalah rangkuman resep masakan bagi anak yang hobi masak. Dari sana, sedikit demi sedikit, anak dapat mengembangkan dan memperbanyak porsi tulisannya.

Yang terpenting adalah memancing anak berdasarkan hal-hal yang disukai agar anak tidak merasa terpaksa.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia