Sikap Ini Hindarkan Anak dari Perilaku Bullying


Empati sebenarnya secara alamiah muncul sejak kehidupan pertama bayi. Saat beberapa bayi tinggal di satu ruangan, kalau ada yang menangis, bayi lain ikut menangis. Inilah empati pertama kali. Ketika sudah lebih besar, empati bisa dibangun ketika anak sudah banyak berinteraksi dengan orang lain, seperti orang tua, orang sekitar, dan teman-teman, ditambah dengan pengalaman-pengalaman lain. “Kita tak bisa membayangkan rasa sakit yang dialami seorang teman, jika kita tidak pernah merasakan sakit. Jadi harus ada pengalaman pribadi dahulu bahwa kita pernah merasakan kondisi tak nyaman, sakit, lapar,” kata Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si, psikolog (Nina).

Memiliki empati penting untuk menangkal bullying dari kehidupan anak. Dengan empati, ia bisa merasa kasihan kepada teman yang di-bully. Ia bisa membantu temannya, dan berusaha keras tidak menjadi bully. Sebaliknya, ketika ia di-bully, dengan empati, ia bisa merasakan bahwa mungkin anak yang melakukan bullying itu mempunyai masalah. “Anak belajar melihat bahwa setiap orang bisa saja memiliki pandangan berbeda. Ia jadi lebih mudah menerima, jika memiliki empati,” kata Nina. 

Empati yang lebih besar itu adalah ketika anak sudah mengerti sudut pandang orang lain. Biasanya, ini terjadi kepada anak yang usianya di atas 4 tahun. Di usia itu, ia mulai belajar memahami bahwa orang lain mungkin mempunyai pemikiran berbeda dari dirinya, sehingga berperilaku berbeda. Hal itu tentu bukan sesuatu yang sederhana untuk anak kecil, hanya bisa dipahami anak yang lebih besar. (foto: dok parenting)

Baca Juga: Memupuk Rasa Empati Anak


Topic

#StopBullying

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia