Sistem Penilaian Pelajaran Olahraga



Mila, seorang ibu di Jakarta menceritakan anaknya yang mudah sakit sejak kecil, terutama jika terlalu capek. Hal ini membuatnya khawatir ketika anaknya harus mengikuti pelajaran olahraga di sekolah. Kemudian, dia meminta dispensasi pihak sekolah agar anaknya tak perlu mengikuti pelajaran olahraga. Namun, pihak sekolah keberatan. Alasannya, khawatir guru tidak memiliki bahan penilaian untuk nanti di raportnya.

Berbeda dengan Sanny yang mengeluhkan anaknya hampir tidak pernah mendapat nilai di atas 7 untuk pelajaran olahraga di rapor. Padahal untuk mata pelajaran lain, anaknya selalu mendapat nilai minimal 8.

Apakah hal senada dengan Mila dan Sanny ini juga dialami oleh Anda, Ma? Sebenarnya, adakah aturan soal mengikuti pelajaran olahraga bagi anak-anak dengan kondisi khusus? Dan... bagaimana sistem penilaian pada pelajaran olahraga di SD? Mengingat, pelajaran ini kebanyakan diisi dengan praktik dan hampir tak ada ujian tertulisnya.

Menurut Alma Permana Lestari Wiriamanggala, guru olahraga di Binus School Simprug, Jakarta, dispensasi untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga merupakan kebijakan yang ditentukan oleh pihak sekolah, dengan mempertimbangkan fakta dan tujuan. Anda sebagai orang tua dapat memberikan surat keterangan resmi dari dokter yang dapat dijadikan pertimbangan pihak sekolah untuk menentukan sikap. Informasi tentang kondisi siswa sangat berguna bagi guru olahraga untuk jadi pertimbangan ketika memberikan kegiatan belajar gerak dasar. "Selain itu, anak kelas 1 SD sangat disarankan belajar banyak gerak dasar agar merangsang pertumbuhan tubuh dan daya tahannya sehingga tidak mudah capek," tutur Alma.

Alma juga menerangkan, aspek penilaian dalam pelajaran olahraga untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa melalui kegiatan fisik tidak hanya ditentukan dari aspek jasmani saja, tetapi juga aspek pengetahuan dan sosial. Nah, dalam proses pembelajaran gerak, tidak semua siswa memiliki kemampuan belajar dasar gerak yang baik. Sebagian siswa mampu ‘memperoleh’ (acquisition) kecakapan gerak secara cepat, dan sebagian lagi membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkannya. Hal itulah yang mengakibatkan ketika proses belajar gerak tersebut mencapai batas waktu penilaian/evaluasi akhir, tingkat hasil belajar gerak itu menjadi pembanding dengan sistem penilaian.

Untuk sekolah yang menggunakan kurikulum IB (International Baccalaureate), sistem penilaian hasil belajar siswa ditentukan dengan standar penilaian tanpa angka (non-score), seperti E-Exceeding expectations; M-Meeting expectations; A-Approaching; I-Needs further improvement, dan N-Not applicable. Orang tua disarankan memiliki keterbukaan dalam menanggapi hasil belajar gerak anaknya, agar tidak terjadi kesalahpahaman berlanjut terhadap penilaian yang diberikan oleh sekolah kepada anak.



 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia