5 Langkah Ajarkan Anak Menjadi Dermawan


Mengajarkan anak tentang keuangan bukan hanya soal mengelola pengeluaran dan pemasukan, tapi juga belajar tentang memaknai kebahagiaan dan uang. Mantan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan pernah berkata, “Money can’t buy happiness, but it will certainly get you a better class of memories”. Ya, uang memang tak mampu membeli kebahagiaan, kendati dapat mendatangkan hal yang lebih baik. Oleh karena itu, anak perlu belajar memisahkan makna kebahagiaan dan memiliki banyak uang agar lebih jelas menata langkah keuangannya di masa depan.

Salah satu cara menata prinsip dasar keuangan anak, bisa dengan mengajarkan anak memberi kebahagiaan kepada orang lain. Saat anak mampu merasakan bahwa uang yang tak sebanyak miliknya saja dapat membuat orang lain tersenyum dan berterima kasih, ia akan mulai belajar bahagia tanpa harus menghamburkan uang.

Orang Tua Memulai Dulu
Menurut Vicki Hoefle penulis buku The Straight Talk of Parenting, sebelum Anda mulai mengajarkan anak berdonasi atau berbagi dengan orang lain, anak perlu memiliki pengalaman memegang dan mengambil keputusan atas uangnya sendiri. “Kedermawanan sendiri merupakan hasil dari pengalaman dan praktik yang dilakukan anak-anak setelah ia mampu menghargai dan mengelola uang dengan baik,” ujar Vicki.

Nah, setelah anak memahami dan menghargai jumlah uang yang dimiliki, selanjutnya ia perlu mendapat pengalaman dari melihat orang tuanya melakukan donasi atau berbagi. Tak harus menjadi relawan organisasi kemanusiaan untuk mengajarkan anak menjadi dermawan, dari melibatkan anak untuk mengantar oleh-oleh ke tetangga dekat rumah sudah bisa menjadi pelajaran berdonasi yang berharga bagi anak-anak.

Ajak Anak ke Bazar Amal
Untuk anak-anak usia Taman Kanak Kanak, tak perlu harus ke acara charity besar. Mengajaknya ke acara bazar atau mengumpulkan pakaian bekas untuk dititipkan pada panitia amal di lingkungan sekitar rumah, sudah cukup memberi pelajaran tentang berdonasi pada anak. Jangan lupa, bicarakan pada anak apa tujuan dari penggalangan amal yang dilakukan, berapa besar bantuan yang bisa diberikan, dan mengapa kita perlu membantu orang lain.

Semangati pula dengan mengatakan, “Kamu juga bisa, kok, membantu orang lain. Dengan memberikan barang yang dibutuhkan saudara atau temanmu”. Beri contoh sederhana dengan mengemas pakaian layak pakai dan mainan yang sudah tidak digunakan lagi, serta ajak ia merencanakan kepada siapa akan diberikan. Setelah mengajarkan dan memberi contoh untuk berdonasi tak membuahkan perubahan, jangan langsung patah semangat. Proses ini perlu diulang dan membutuhkan waktu. Setelah ia paham dan mau mencoba berdonasi, ajarkan beberapa cara lain berdonasi sesuai pemahaman anak akan konsep donasi. Beberapa lembaga kemanusiaan menggandeng produsen kebutuhan rumah tangga atau mainan anak untuk mendonasikan sejumlah uang dari total saldo belanja yang dibayarkan. Saat menerima struk pembelanjaan yang tertera keterangan tentang donasi, perlihatkan pada anak bagaimana ia juga membantu orang lain dengan membeli kebutuhan dirinya.

Memahami Kebutuhan Orang Lain
Saat balita Anda merengek, “Pokoknya, aku mau es krim sekarang!”, jangan langsung marah dan menuduhnya egois. Menurut Wayne Dosick, penulis buku Golden Rules: The Ten Ethical Values Parents Need to Teach Their Children, menuduh anak egois tak mengajarkan hal baik apa pun pada anak. Justru ini bisa menjadi momen untuk mengajarkan anak bersikap dermawan, dengan memikirkan kebutuhan orang lain. Misalnya, katakan pada anak, “Kakakmu, kan juga suka es krim, dan dia sudah lama tidak makan es krim. Ayo, ajak kakak makan es krim bersama”. “Cara terbaik mengatakan ‘Hei, jangan egois!’ adalah dengan mengatakan ‘Yuk, peduli dengan orang lain’,” ujar Dosick.

Tanamkan Disiplin Keuangan Sejak Dini
Cerdas keuangan dan bersikap dermawan perlu ditata dari kedisiplinan anak soal keuangan. Hoefle mencontohkan, sejak anak berusia Taman Kanak Kanak orang tua sebaiknya sudah mengajarkan tentang pendapatan. Cara sederhananya, ajak anak menabung dan merencanakan uang yang dimiliki untuk membeli kebutuhan. Saat anak merengek ingin membeli pernak-pernik kesukaan di supermarket, dari pada menolak dengan mengatakan “Tidak boleh”, sebaiknya ganti dengan mengatakan “Oke. Apakah kamu sudah membawa uangmu?” atau “Apakah uangmu cukup untuk membelinya?”.

Saat anak sudah lebih dewasa atau berusia praremaja, izinkan anak membeli produk perawatan tubuh, membeli pakaian mahal, dan membiayai hobinya dengan uangnya sendiri. Dan, sesekali ajak anak ikut Anda membayar tagihan rumah tangga, sehingga ia tahu betapa mahalnya biaya hidup.

Cara ini merupakan bagian dari proses belajar menjadi konsumen cerdas sekaligus bertanggungjawab terhadap pengeluaran pribadi. Kelak anak tak mudah tergiur membeli barang yang menarik perhatian saja, namun sangat mempertimbangkan untuk membeli sesuai kebutuhannya. Saat ia mampu membuat pengeluaran yang efisien, ia juga akan mampu menyisihkan uang untuk orang lain dan rencana keuangan pribadinya.

Ternyata Memberi juga Menghasilkan Kebahagiaan
Hal terpenting yang harus diajarkan pada anak saat mengajarinya konsep kedermawanan, bahwa memberi ternyata juga membawa keuntungan bagi anak. Katakan, “Saat kita memberi, sebenarnya kita juga diuntungkan, lho. Kamu merasa bahagia, kan, saat bisa memberi pada orang lain”. Setelah ia tahu bahwa memberi sesuatu pada orang lain juga menguntungkan dirinya, ajarkan pula tentang arti kebahagiaan.

Ajak anak berdiskusi tentang bagaimana mainan atau pakaian bekas yang diberikan pada orang lain sudah bisa memberi kebahagiaan. Beritahu bila kebahagiaan sebenarnya bersumber dari rasa syukur, bukan dari mahal atau kerennya barang yang dimiliki karena semua memiliki batas waktu penggunaan. Seperti saat ia membeli sepatu berharga mahal yang lama-kelamaan tak cukup lagi. Namun pakaian bekas yang diberikan pada orang lain juga membuat bahagia orang yang menerimanya karena tepat saat dibutuhkan. Tentunya, kita tidak boleh memaksa anak untuk memberi sesuatu pada orang lain. Begitu pula, melarang anak memberi sesuatu kepada temannya.

“Sebagai orang tua, tugas kita adalah mengenalkan anak pada uang dan mengembangkan kemampuannya mengelola uang sehingga kelak ia cukup percaya diri dan berpengalaman dalam mengelola keuangan,” ujar Hoefle.

Baca juga : Ajarkan Anak Tentang Konsep Uang Sesuai Usia

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia