Kenali Gangguan Disintegrasi Anak

Gangguan disintegrasi anak atau childhood disintegrative disorder (CDD), yang dikenal juga sebagai sindrom Heller, adalah suatu kondisi anak-anak berkembang secara normal, namun ketika mereka mencapai usia 2-4 tahun menunjukkan penurunan atau kehilangan berat kemampuan sosial, komunikasi dan keterampilan lainnya.

Penyebab terjadinya gangguan disintegrasi anak bisa karena faktor genetik, paparan lingkungan seperti racun atau infeksi dan juga respons autoimun.

Gangguan disintegrasi memiliki kemiripan dengan autisme, tetapi gangguan disintegrasi anak terjadi lebih lambat dari autisme dan memiliki gejala yang lebih dramastis dari autis, seperti:

1. Kehilangan kemampuan berbahasa, termasuk berbicara dan berbincang.

2. Kehilangan kemampuan bersosialisasi, termasuk sulit berinteraksi dengan orang lain.

3. Kehilangan kemampuan bermain, termasuk kehilangan ketertarikan pada berbagai jenis permainan dan aktivitas lainnya.

4. Kehilangan kemampuan motorik, termasuk kemampuan berjalan, menaiki sesuatu dan menggenggam sesuatu.

5. Kesulitan mengendalikan kandung kemih atau ususnya.
Penanganan atau pengobatan gangguan disintegrasi anak bisa dilakukan dengan cara memberi anak obat-obatan antipsikotik untuk atasi kecemasan dan depresi atau antikonvulsan untuk mengendalikan kejang akibat epilepsi. Selain pemberian obat, bisa juga ditangani dengan terapi perilaku.

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Tujuan utama penanganan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia