Menghadapi Karakter Anak yang Pemikir


Karakter anak ekstrover atau introver bisa menyebabkannya tampak lebih spontan atau tidak. Anak-anak ekstrover tentu lebih ‘hidup’ dan spontan, karena dia memiliki kesukaan terhadap orang lain. Sementara, anak-anak introver lebih terlihat pendiam. Tetapi, bukan berarti anak-anak introver itu lebih buruk ketimbang anak ekstrover, karena sebenarnya mereka lebih tekun, banyak berpikir ke dalam, dan senang bekerja mandiri. Spontanitasnya berkembang dalam karya-karyanya. Perhatikan saja, jika anak Anda tetap bisa mengembangkan kreativitasnya dengan baik, banyak mencetuskan pertanyaan-pertanyaan tanpa rasa cemas, maka Anda tidak perlu khawatir. Karena, kemungkinan si kecil tergolong introver, bukan anak yang tertekan spontanitasnya.

Selain itu, ada juga anak-anak yang memang senang sekali untuk berpikir, bahkan berpikir tentang pikirannya. Dalam tumbuh kembang manusia, seperti diungkap psikolog Anna Surti Ariani (Nina), ada yang dikenal sebagai metakognisi yakni berpikir tentang berpikir. Misalnya, ketika seseorang mengatakan, “Saya pikir anak saya begini. Tetapi saya pikir-pikir, mana mungkin, sih, anak saya begini, berarti saya salah berpikir anak saya begini,” dia sedang menghasilkan pemikiran tentang pemikiran sebelumnya.

“Metakognisi tergantung kepada kematangan otak dan kecerdasan seseorang. Ini banyak ditemui pada remaja dan dewasa, dan sangat berkembang pada orang-orang atau anak-anak yang cerdas. Metakognisi muncul pertama kali di usia SD, bukan balita. Makin cerdas, potensi metakognisinya makin tinggi dan berlipat-lipat. Kemampuan ini bisa membuat dia memiliki level pemikiran di atas anak-anak seusianya,” jelas Nina.

Selain kematangan otak dan kecerdasan, gaya pengasuhan orang tua bisa memberikan pengaruh bagi perkembangan metakognisi anak. Misalnya, orang tua membiasakan anak mempertanyakan ulang dirinya atau introspeksi diri, ini akan menstimulasi metakognisi anak. Anak-anak yang memiliki metakognisi seharusnya tidak bermasalah dengan spontanitas selama dia tidak memiliki kecemasan. Masalahnya, menurut Nina, masyarakat kita masih kerap menganggap aneh anak yang terlalu banyak berpikir. Jadi, apa pun kondisi anak, tidak ada alasan untuk menciptakan kecemasan pada dirinya.

Foto : fotosearch

Baca juga : Jika Anak Super Pemalu

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia