Penyebab Anak Susah Gemuk


Awalnya, Yani merasa tidak ada yang keliru dengan tubuh Anindya (6) yang mulai masuk kelas 1 SD. Anak sulungnya itu memang berbeda dari saat masih bayi. Kalau dulu gendut dan pipinya gembil, sekarang menjadi kurus dan tinggi. Tetapi, ia berpikir, itu hal biasa saja, hingga akhirnya, di acara arisan keluarga, nyaris setiap orang berkomentar, “ Anin kurus sekali!” Plus kalimat-kalimat berikutnya, seperti, “Susah makan, ya?” “Picky eater?” “Anin habis sakitkah?” “Kamu pasti nggak paksa ia makan banyak, deh,” “Duh, kasihan, deh, suka nggak tega lihat anak kurus. Lihat, tuh, anakku segede itu, makannya pinter banget, lho, bisa 5 kali sehari!” “Eh, coba kasih obat cacing, deh. Atau suplemen penambah nafsu makan. Biar nggak kurang gizi!”

Karena di setiap acara keluarga adaaa saja yang mengomentari tubuh Anin, Yani yang awalnya bisa cuek saja, lama-lama jengah, dan akhirnya terganggu. Ia pun mulai berpikir, jangan-jangan memang Anin kekurusan dan kekurangan zat gizi tertentu? Lalu ia juga mulai membanding-bandingkan Anin tidak hanya dengan sepupu-sepupunya yang bongsor-bongsor, tetapi juga teman-teman sekolahnya. Setiap kali merasa Anin makan hanya sedikit, ia menjadi panik. Suplemen penambah nafsu makan pun mulai menjadi rutin dikonsumsi Anin.

Apa yang harus Anda ketahui berkaitan dengan tubuh kurus anak? Menurut Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.AK, dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Jaya, anak dikatakan kurus bisa dilihat dari tubuhnya, atau berdasarkan pemeriksaan berat badannya. Dikatakan kurus, bila secara fisik bisa didapatkan lapisan lemak di bagian lengan atas tipis, tetapi masih dapat diperiksa. “Bila menggunakan pengukuran berat badan terhadap umur, kita harus tandai pada kurva. Ada beberapa macam kurva, untuk balita biasanya kita gunakan kurva WHO, sedangkan untuk anak di atas 5 tahun menggunakan CDCNCHS,” kata dr. Rini.

Penyebab anak kurus tidak hanya satu. Salah satunya, menurut dr. Rini, adalah asupan makanan lebih sedikit dari pengeluaran energi yang dilakukan anak, misalnya anak aktif, bahkan terlalu aktif. Penyebab lainnya adalah anak mengalami masalah pencernaan, misalnya pola buang air besarnya lebih dari rata-rata anak seusianya. Ada beberapa anak yang setiap kali makan, langsung buang air besar, yang disebabkan adanya maldigesti makanan atau fungsi pencernaannya kurang baik. Menderita sakit kronis, seperti TBC atau infeksi saluran kemih, bisa juga menyebabkan anak bertubuh kurus.

“Pada anak dengan keadaan kurus, atau kita sebut dengan gizi kurang, harus dicari penyebabnya. Lalu, cara menanganinya tidak hanya dengan memperbaiki pola makannya saja, tetapi mengobati sakit yang dideritanya. Bila sudah diobati penyakitnya dan diatur pola makannya, perhatikan apakah benar makanan dengan jumlah yang dianjurkan dokter dapat diterima oleh anak. Pastikan orang tua mengukur kembali berat badannya 3 bulan kemudian. Bila tidak mengalami perbaikan, dicari kembali masalahnya. Bila kenaikan berat badan dalam 3-6 bulan tidak ada perubahan berarti, sebaiknya konsultasi ke dokter,” saran dr. Rini.

Selain beberapa hal di atas, ahli gizi Victoria Djajadi, MNutriDiet, menyebutkan ada penyebab lain yang mungkin mengakibatkan anak menjadi kurus, seperti alergi, intoleransi (seperti seliak dan intoleransi laktosa), dan defisiensi vitamin dan mineral (contohnya anemia). Untuk penanganannya, jika ditemukan alergi dan intoleransi, maka harus dicari substitusi pengganti yang pas untuk nutrisi
yang biasanya didapat dari sumber tersebut.

Misalnya, intoleransi laktosa menyebabkan anak tidak bisa mengonsumsi prosuk susu (dairy product), maka diberikan makanan pengganti berbahan kedelai. Anak-anak yang terdeteksi kekurangan kalsium bisa diperbanyak pemberian sumber nutrisi kalsium yang lain, seperti jeruk, brokoli, biji-bijian (beans). Sementara, anak-anak yang menderita penyakit seliak tidak bisa mengonsumsi makanan yang berbahan gandum (tepung), jadi yang hilang biasanya sumber karbohidrat dan camilan. Itu bisa diganti dengan makanan yang berbahan jagung, tapioka, atau tepung beras. Kalau ada defisiensi, seperti anemia, maka harus dikoreksi dulu dengan cara pemberian suplemen vitamin, karena kalau tidak, maka metabolisme nutrisi akan terhambat di tingkat seluler.

“Kalau kondisi medis seperti di atas sudah diketahui dan ditangani, langkah selanjutnya adalah memastikan tiap suapan bernilai gizi, artinya sepadat mungkin nilai gizi dalam makanan yang dikonsumsi anak,” kata Victoria. Nah, kalau beberapa penyebab di atas berkaitan dengan kondisi serba ‘kekurangan’, ada juga kondisi ‘kelebihan’ yang membuat anak bisa menjadi kurus, yakni terlalu banyak serat (dalam kondisi ekstrem). Hal itu mungkin saja terjadi pada anak yang mengalami eating disorder, problem feeder, autisme, yang mana hampir semua makanannya dari 1-2 jenis kelompok makanan saja.

“Kebanyakan serat bisa menyebabkan vitamin dan mineral sulit terserap. Selain itu, serat juga antagonis dengan lemak baik maupun jahat, yang sama-sama sumber kalori. Sumber serat biasanya selain ada kandungan vitamin dan mineralnya, juga ada kandungan zat antagonistis, misalnya zat asam oksalat yang antagonis dengan kalsium,” jelas Victoria. (foto: 123rf)

Baca juga: Anak Kurus Lebih Sehat?

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia