Apa Itu Hipospadia?

Biasanya, orang tua langsung cemas begitu mengetahui bayi baru lahirnya menderita hipospadia. Padahal, hipospadia merupakan kondisi yang sering dijumpai. Dan, operasi bisa memperbaiki  tampilan penis anak. Selain itu, pasca operasi, fungsi seksualnya di masa dewasa umumnya tidak akan terganggu. 

Hipospadia adalah keadaan ketika ujung uretra terletak di bawah penis. Seharusnya, lubang tersebut berada di ujung penis. Nah, uretra adalah saluran untuk membuang urin dari kandung kemih.

Apa gejalanya? Ujung uretra tidak berada di ujung penis, penis membengkok (tertekuk) ke bawah, hanya separuh kepala penis yang tertutup kulup (seolah seperti sudah disunat), serta arah pancaran urin saat buang air kecil tidak seperti anak laki-laki lain. 

Umumnya, penyebab hipospadia tidak diketahui. Pada sebagian kasus, kondisi ini diturunkan secara genetik. Namun, risiko hipospadia bisa meningkat pada ibu yang usianya agak lanjut, atau pada kehamilan inseminasi buatan (mungkin akibat paparan terhadap hormon progesteron). Ketika janin, pembentukan penis memang dipengaruhi oleh beberapa hormon. Nah, hipospadia terjadi bila hormon-hormon tersebut tidak bekerja dengan baik. Akibatnya? Bentuk uretra pun abnormal. 

Bagaimana penanganannya? Sebaiknya, Anda segera berkonsultasi dengan dokter bedah urologi (bedah sistem perkemihan) anak. Idealnya, operasi dilakukan sedini mungkin, yakni ketika anak berusia 3 – 18 bulan. Dokter akan melakukan reposisi muara uretra (bahkan, jika perlu, akan dilakukan upaya memanjangkan terhadap batang penis). Nah, operasi dilakukan dengan anestesi umum dan lamanya operasi berkisar antara 90 menit sampai 3 jam. Umumnya, operasi berhasil. Namun, jika tidak dioperasi, anak akan mengalami kesulitan saat berkemih di toilet, karena arah pancaran urinnya yang abnormal. Juga, di masa dewasa, hipospadia yang tidak diterapi bisa menyebabkan kesulitan dalam melakukan hubungan seksual. (Foto: dok. Feminagroup.)

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia