Berdebat Soal Jenis Kelamin Anak

Yuana, Mama yang berdomisili di Lebak Bulus, Jakarta, baru saja melahirkan si bungsu yang (lagi-lagi) perempuan. Tanpad diduga, ayah atau ibu mertua terlihat kecewa, karena mengharapkan cucu laki-laki. Hal ini tentu membuatnya sedih.

Sindiran mertua ketika Anda memiliki anak yang berbeda jenis kelamin dari keinginan mereka memang menyakitkan. Namun, ini saatnya bagi Anda untuk ‘angkat bicara’. Simak tips berikut untuk hadapi mertua perihal jenis kelamin anak.

Apakah Anda pernah mengalami kondisi seperti Yuana? Ada baiknya Anda tidak berkecil hati dan sebaliknya berpikir positif. Menjadi sentimentil dan defensif justru berbahaya bagi hubungan Anda dengan para orang tua.

Berikut lima pernyataan yang bisa Anda ungkapkan pada orang tua untuk membela anak:

1. “Setiap anak hebat. Jika mencoba untuk mengenalnya lebih jauh, Papa dan Mama tidak akan mempermasalahkan apakah ia laki-laki atau perempuan.” Benar bukan? Setiap anak memang unik dan memiliki kelebihan masing-masing. Memang ada beberapa perkembangan anak yang bergantung pada jenis kelamin mereka. Namun banyak pula aspek lain yang juga tak kalah penting, keahlian, sifat dan kemampuan beradaptasi.

Ajak para kakek dan nenek berpikir tentang setiap anak sebagai individu utuh, tidak terbatas karena laki-laki atau perempuan. Dengan begitu pikiran mereka bisa terbuka bahwa ada yang lebih penting dari ‘sekadar’ jenis kelamin.

2. “Setiap anak perlu merasa disayang dan dihargai.” Setiap bayi yang lahir memiliki sifat alamiah yang sama, ingin disayang dan diterima. Jika anak Anda bisa merasakan bahwa ada yang tidak menerima kehadirannya, hal ini bisa berdampak buruk pada perkembangannya. Menjadi nakal atau tidak percaya diri hanya sebagian kecil contoh. Tentu para kakek dan nenek tidak ingin cucu mereka tumbuh seperti itu.

3. “Kalau Papa dan Mama lebih menginginkan anak laki-laki, terserah. Tapi tolong jangan ditunjukkan di depan anak-anak.” Bisa jadi mereka begitu kecewa dan tidak bisa berhenti menyesalkan keadaan. Jika terlalu sulit membantu mereka ‘sembuh’, Anda bisa meminta mereka untuk tidak melukai perasaan anak-anak Anda dengan bersikap sewajarnya, meskipun jika harus berpura-pura sayang.

4. “Daripada terus menerus memikirkan cucu yang belum ada, mengapa Papa dan Mama tidak melihat cucu-cucu yang sudah ada begitu pandai dan menyayangi kakek nenek mereka?” sebaiknya hal ini tidak dikatakan secara frontal. Namun sisipkan dalam keseharian, betapa para kakek dan nenek ini telah beruntung masuk dalam ‘klub kakek-nenek’ yang sangat eksklusif. Jangankan cucu, bukankah juga cukup banyak orangtua yang tidak bisa memiliki anak walaupun mereka sangat menginginkannya?

5. “Sejujurnya, saya terkadang juga berharap memiliki anak laki-laki. Tapi saya tidak akan menyesalkan sesuatu yang diluar kemampuan saya.” Mungkin saja, di lubuk hati Anda, harapan memiliki anak laki-laki juga ada. Dengan menyatakan hal ini pada para tetua, mereka bisa lebih arif menyikapi sikap mereka selama ini yang mungkin telah melukai perasaan Anda.

Pada akhirnya, seorang bayi menjadi laki-laki atau perempuan sangat bergantung pada Yang Kuasa. Daripada terus menerus mempermasalahkan jenis kelamin, nikmati saja anugerah yang sudah diberikan. (Penulis: Fina Khairaty/Foto: dok Feminagroup)


 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia