Mama capek sayang…

Entah itu masa pemulihan sakit melahirkan yang belum tuntas, seringnya si bayi pipis, banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menyusui, ataupun puluhan tamu yang ikut senang menyambut si kecil. Ketika ia mulai bisa merangkak atau berjalan, Anda juga perlu terus waspada supaya ia tidak sampai bergerak ke tempat yang berbahaya. Sepertinya tidak ada waktu lagi untuk menstimulasi bayi Anda walau pun Anda tahu itu penting. Tak usah khawatir, menurut Penelope Leach, psikolog anak, bayi tidak harus terus-menerus distimulasi. Jika Anda terlalu banyak memberi stimulasi dan terlalu cepat berpindah dari kegiatan yang satu ke kegiatan yang lain, justru bayi tidak punya cukup waktu untuk mengamati dan untuk memahami stimulasi Anda. Akibatnya, stimulasi Anda justru tidak efektif. Sayang, kan. Jadi, jika bayi Anda bangun, tak perlu buru-buru memikirkan kegiatan apa lagi yang bisa dilakukan untuk menghiburnya. Biarkan saja dia menikmati waktu sendirinya dulu.  Selain itu, sebenarnya tanpa sadar Anda juga sering melakukan stimulasi. Soal yang satu ini diiyakan oleh Maria Montessori, seorang pakar pendidikan anak, yang bilang bahwa bayi punya otak seperti spons yang akan menyerap segala informasi yang ada, dengan atau tanpa bantuan kita. Misalnya, dengan meletakkan bayi di stroller yang didekatkan ke tempat Anda beraktivitas, si kecil bisa melihat apa yang Anda lakukan. Ini bisa memperluas wawasannya tentang apa yang orang dewasa lakukan sehari-hari. Jika bayi Anda sudah bisa menegakkan kepala (biasanya sekitar usia 3-4 bulan), Anda bisa menggendongnya dengan posisi muka menghadap ke depan dan punggung menempel di dada Anda. Gerakan berjalan Anda akan sama bermanfaatnya dengan usaha Anda untuk mengajaknya menari bersama. Selain itu, apa pun yang ia lihat selama ia digendong akan sama menariknya seperti menonton film.
Nah, sekarang Anda jadi punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri kan?

PAR 0107

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia