Perempuan Lebih Rentan Alami Emotional Eating




Pernah tidak, Anda memesan terlalu banyak makanan lewat aplikasi online saat sedang bosan? Atau, pernahkah Anda menghabiskan es krim dan banyak stok makanan manis di kulkas saat sedang kesal? Atau, membawa pulang lebih banyak porsi donat dari yang Anda beli biasanya saat sedang sedih.
 
Faktanya, ada orang yang makan bukan untuk memuaskan rasa lapar fisik saja, melainkan untuk memenangkan emosi negatifnya. Makanan menjadi kenyamanan untuk menghilangkan stres, menenangkan diri, atau bahkan untuk menghargai diri sendiri. Inilah yang disebut dengan emotional eating.
 
Penelitian yang dilakukan oleh Institute for Health Promotion and Disease Prevention, Keck School of Medicine, University of Southern California, AS, menunjukkan bahwa akar dari emotional eating umumnya adalah stres, baik disebabkan pekerjaan, kekhawatiran finansial, atau pun kerenggangan hubungan. Sekalipun emotional eating dapat dialami oleh semua jenis kelamin, hal ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
 
Siklus Emotional Eating
Melansir HelpGuide, emotional eating terjadi ketika seseorang merasakan emosi negatif dan menggunakan makanan untuk membuat dirinya merasa lebih baik. Makanan itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan emosional, bukan perut. Hingga, orang tersebut makan lebih banyak dari yang seharusnya.
 
Makan mungkin terasa enak pada saat itu, tetapi sayangnya perasaan negatif yang memicu makan tetap masih ada. Kegiatan makan pada saat itu tidak dapat mengatasi masalah emosional Anda. Pada akhirnya, Anda justru merasa bersalah dan buruk setelah menyadari bahwa Anda makan berlebihan. makan berlebihan.
 
Ciri Emotional Eating
Secara umum, jika sering kali alasan utama Anda membuka lemari es, memesan makanan, atau membuat mi instan berkaitan dengan emosi negatif seperti kesal, marah, kelelahan, kebosanan, atau kesepian, maka bisa jadi Anda terjebak dalam siklus tidak sehat.
 
Untuk lebih detail, Anda bisa menjawab pertanyaan ini untuk menjawab apakah Anda seorang pemakan yang emosional:

  • Apakah Anda makan lebih banyak saat merasa stres?
  • Apakah Anda makan saat tidak lapar atau saat Anda kenyang?
  • Apakah Anda makan untuk merasa lebih baik (untuk menenangkan dan menenangkan diri sendiri saat Anda sedih, marah, bosan, cemas, dll)?
  • Apakah Anda menghargai diri sendiri dengan makanan?
  • Apakah Anda rutin makan sampai kenyang?
  • Apakah makanan membuat Anda merasa aman? Apakah Anda merasa makanan adalah teman?
  • Apakah Anda merasa tidak berdaya atau lepas kendali terhadap makanan?
 
Dampak Buruk Emotional Eating
Selain dampak nyata terhadap kenaikan berat badan, emotional eating justru memperparah masalah, karena Anda jadi berhenti mempelajari cara-cara yang lebih sehat untuk menangani emosi Anda. Di samping itu, ketika mendapati berat badan Anda semakin bertambah, sumber emosi negatif Anda bisa bertambah lagi.
 

 
LELA LATIFA

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia