4 Manfaat Kebijakan Cuti Ayah untuk Keluarga


 

Cuti ayah tampak menjadi sebuah berkah bagi setiap keluarga. Bagaimana tidak, sudah banyak di antara kita yang berujar bahwa pengasuhan harus menjadi tugas berdua dan tidak bisa dibebankan pada ibu saja. “Bikinnya berdua, merawatnya pun harus berdua,” kira-kira begitulah slogannya.
 
Sayangnya, hal ini tidak secara linier difasilitasi dalam kebijakan. Tentu saja, coba kita lihat, ada berapa persen negara maupun perusahaan yang secara mandiri memberikan cuti pada ayah? Mereka memang memiliki kebijakan cuti ibu—umumnya cuti hamil dan melahirkan, akan tetapi tak banyak ayah di dunia ini yang bisa mendapatkan cuti terkait perannya sebagai orang tua.
 
Padahal, cuti ayah akan sangat bermanfaat untuk keluarga. Apa saja manfaatnya? Nathaniel Popper, jurnalis di New York Times berbagi cerita di media tempatnya bekerja tentang manfaat yang ia rasakan dari cuti selama 10 minggu yang dibayar penuh oleh perusahaan media tersebut. Dirinya mengatakan bahwa ia memiliki ikatan yang lebih baik dengan anaknya karena cuti tersebut.
 
Ia akhirnya mengumpulkan riset-riset yang berkaitan dengan cuti ayah dan menuliskannya. Berikut yang kami kutip dari tulisan Nathaniel di New York Times:
 
1. Membangun Ikatan Ayah dan Anak
Sama seperti yang dialami sendiri oleh Nathaniel, cuti ayah terutama setelah persalinan istrinya cenderung memperkuat ikatan ayah dan anak. Hal ini sejalan dengan Dr. Richard Petts dari Ball State University, Indiana, AS, dan Dr. Chris Knoester dari Ohio State University, AS. Keduanya adalah pengajar sosiologi yang mengadakan survei jangka panjang terhadap ribuan keluarga Amerika. Mereka menemukan bahwa, 9 tahun kemudian, anak-anak yang ayahnya memiliki cuti ayah setidaknya 2 minggu setelah mereka dilahirkan dilaporkan merasa lebih dekat dengan ayah mereka daripada anak-anak dengan ayah yang tidak memiliki cuti.
 
2. Cuti Ayah Mengurangi Potensi Perceraian
Petts dan Knoester juga menunjukkan bahwa cuti ayah memberikan manfaat abadi, tidak hanya untuk hubungan antara ayah dan anak, tetapi juga untuk ibu dan hubungan pernikahan. Mereka menemukan bahwa cuti ayah—sekalipun relatif singkat— dapat berdampak pada menurunnya risiko perceraian pasangan. Hal ini bahkan berlanjut sampai anak-anak mereka mencapai usia sekolah.
 
3. Ayah Lebih Terlibat
Di Eropa, banyak ayah yang lebih terlibat dalam pengasuhan anak. Beberapa negara di benua ini dikenal dengan pengasuhan yang baik lantaran juga memberikan fasilitas bagi orang tua seperti cuti ayah dan cuti orang tua. Hasilnya, para ayah di sana lebih mungkin untuk tetap terlibat dalam pengasuhan dan membagi pekerjaan rumah tangga secara adil dengan pasangannya.
 
4. Menurunkan Kecemasan Ibu
Tak dapat dipungkiri, minggu-minggu pertama menjadi ibu adalah hal yang berat. Tak jarang yang terjebak pada masalah psikologis seperti baby blues atau bahkan depresi postpartum. Sebuah studi baru-baru ini dari Swedia menemukan bahwa ibu yang pasangannya ditawari cuti fleksibel pada tahun-tahun pertama kelahiran anak, kecil kemungkinannya membutuhkan antibiotik dan obat anti-kecemasan.
 
Baca juga:
8 Hal Ini Tanda Anda Perlu Cuti Kerja]
Kembali Bekerja Setelah Cuti Melahirkan
Menyiapkan Diri Untuk Cuti Hamil
Sebelum Cuti Melahirkan Usai
Kapan Meminta Cuti Melahirkan?
 
 
(LELA LATIFA)
FOTO: FOTOSEARCH

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia