5 Ciri Toxic Parent



Belakangan, istilah toxic parent sering bermunculan. Banyak utas (thread seperti yang ada di Twitter) yang membahas mengenai betapa anak yang dibesarkan oleh orang tua toksik merasa tidak dicintai dan bahkan membenci orang tuanya. Sebenarnya apa, sih, definisi dari toxic parent?
 
Psikolog dari Tiga Generasi, Sri Juwita Kusumawardhani, M.Psi., Psikolog, yang akrab dipanggil Wita ini mengatakan bahwa toxic parent adalah istilah populer yang digunakan untuk menyebut disfunctional family. Ia mendefinisikannya sebagai keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak sehat.
 
Sederhananya, menurut Wita, orang tua yang toksik tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Wita menjelaskan bahwa banyak orang tua yang berpikir bahwa kebutuhan anak hanyalah makan, minum, rumah, atau sekolah. Ia menegaskan bahwa anak-anak tak hanya memiliki kebutuhan fisik, melainkan juga kebutuhan emosional. “Kita sebagai anak, kan, juga butuh kedekatan, kehangatan, diajak ngobrol heart to heart,” ujarnya. Ia menambahkan, “Orang tua toksik itu orang tua yang tidak mampu memberi rasa aman untuk anak-anaknya,” ucapnya.
 
Bagaimana ciri orang tua yang toksik? Ia memberikan pendapatnya:


1. Menelantarkan Kebutuhan Emosional Anak

Wita mengatakan, “Ada yang kebutuhan fisiknya dipenuhi, tapi ada penelantaran secara emosional. Misal, orang tua terlalu sibuk sehingga anak nggak pernah diajak ngobrol, orang tua nggak tahu teman anaknya, nggak tahu gurunya, nggak tahu mata pelajaran kesukaannya.” Orang tua toksik tidak bisa mengerti kebutuhan anak-anak akan kasih sayang.

2. Terlalu Pedas Mengkritik

Ia juga mengatakan, bahwa orang tua yang toksik umumnya melakukan kekerasan verbal. Mereka akan mengkritik anaknya tajam saat melakukan kesalahan atau hal yang tidak sesuai dengan standarnya.

3. Anak adalah Pencapaian

Orang tua toksik beranggapan bahwa anak adalah pencapaiannya. “Kalau anaknya berhasil, maka saya adalah orang yang berhasil,” ujar Wita menyampaikan pandangan tentang orang tua toksik. Hal ini membuat anak-anak harus mengikuti semua standar yang diterapkan oleh orang tuanya dan sering kali tidak masuk akal untuknya.

4. Tidak Empati

Ketika anak tidak mampu memenuhi standar, orang tua yang toksik bukannya berempati malah menyalahkan anaknya dan dianggap sebagai tidak mampu.

5. Menyalahkan Anak atas Emosinya

Yang tak kalah seringnya, orang tua toksik memposisikan anak sebagai orang yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan orang tua, terutama kebutuhan emosional. Sehingga, bila mereka merasakan emosi negatif seperti marah, kesal, atau sedih, maka mereka akan menyalahkan anaknya. Misalnya saja dengan kalimat, “Gara-gara kamu, sih, Mama jadi marah-marah.”
 
Menjadi Orang Tua yang Mindful
Menurut Wita, untuk mengasuh anak dengan mindful, orang tua perlu selalu bertanya pada diri sendiri apakah yang ia lakukan adalah untuk anaknya atau untuk dirinya sendiri. Sebab, sumber toksik adalah ketika orang tua menuntut anak untuk melakukan hal yang sebetulnya bukan untuk anak sendiri, melainkan untuk memenuhi kebutuhan orang tua.
 
Cara untuk benar-benar mengetahui bahwa keputusan yang Anda ambil adalah sesuatu yang memang benar-benar ditujukan untuk anak, selalu bukalah diskusi dengan anak. Tanyakan pendapatnya tentang apakah ia bahagia atas keputusan yang sudah dibuat.
 
 
Baca juga:
Dampak Positif dan Negatif Saat Anak Melihat Pertengkaran Orang Tua
Kuis: Tipe Orang Tua Seperti Apakah Anda?
4 Tip Menjadi Orang Tua Bijak dari 4 Pakar
4 Kesalahan Orang Tua yang Merusak Harga Diri Anak
Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Tidak Sok Tahu?
 
 
(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK
 

 
 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia