8 Stereotip Stay at Home Dad



Ketika seorang Mama memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan mengurus anak-anak di rumah, masyarakat melihatnya sebagai sesuatu yang patriotik. Ya, mengurus anak-anak adalah tugas yang sangat mulia. 
 
Akan tetapi, lain halnya bila yang berada di rumah untuk mengurus anak-anak dan mengerjakan tugas rumah adalah suami. Masyarakat kita yang patriarkis pasti masih menganggap hal tersebut aneh. Beragam komentar negatif pun muncul, tak hanya kepada sang Papa, melainkan juga sang Mama.
 
Seorang jurnalis dan editor yang juga merupakan stay at home dad di Colorado, AS, David Worford membagikan pengalamannya menjadi pengasuh utama anak-anak di rumah. David menceritakan komentar negatif yang sering menyasar dirinya dan keluarganya, lantaran hal tersebut.



1. Tidak Maskulin
Banyak yang berpikiran bahwa kewajiban mengurus rumah dan anak-anak adalah tugas perempuan. Sementara, tugas laki-laki adalah pencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Sehingga, Papa yang berada di rumah dianggap tidak maskulin.
 
Hal terpenting bagi David adalah ia menjalankan tugas untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dengan baik. Menurutnya, hal itu sama saja dengan bekerja, sebab intinya adalah sama-sama mengurus keluarga.



2. Dipertanyakan Tugasnya
David bercerita bahwa ia sering mendapat pertanyaan, “Jadi kamu bertugas mengasuh anak hari ini?” Baginya, pertanyaan ini masih wajar di minggu-minggu pertamanya berperan sebagai stay at home dad. Akan tetapi, ketika hal tersebut sudah berjalan lama, ia pun masih mendengar pertanyaan yang sama.
 
Menurut David, ketika seorang Mama mengasuh anaknya, ia tidak mungkin mendapat pertanyaan serupa. Sehingga, pertanyaan tersebut akhirnya berubah menjadi menjengkelkan baginya. Dia yang mengurus anak tiap hari, bukan hanya 'hari ini' saja. Ia merasa perannya sebagai pengasuh utama anak masih dikesampingkan. Sebab, stereotip mengurus anak masih sangat melekat pada perempuan.


3. Hidupnya Santai
Stay at home dad sering dianggap sebagai orang yang tidak punya motivasi hidup. Menurut David, orang-orang masih mengira bahwa ketika berada di rumah sepanjang hari, laki-laki akan bangun siap, makan sarapan instan, main game, dan kembali tidur. Padahal, sama saja seperti stay at home mom, menjadi pengasuh membutuhkan banyak tenaga. “Ini adalah pekerjaan yang tidak berhenti pada pukul 5 sore atau untuk akhir pekan,” ujarnya.

4. 
Dianggap Pengangguran
“Tidak ada alasan lain mengapa seorang ayah ingin merawat anak-anak selain dia terpaksa, kan?” David menirukan komentar yang ditujukan kepadanya. Ya, David mengalami banyak dianggap sebagai laki-laki yang kehilangan pekerjaan sehingga harus mengasuh anak-anak. Padahal tidak. Ia menjadi stay at home dad lantaran pekerjaannya sebagai jurnalis dan editor memiliki waktu yang fleksibel.

5. Harus Mencari Pekerjaan
David tidak pengangguran, sehingga ia tidak harus mencari pekerjaan. David juga mengatakan bahwa sekalipun laki-laki tersebut tidak punya pekerjaan dan ingin tinggal di rumah mengurus anak, itu menjadi keputusannya. Sayangnya, banyak orang tidak memahami dan merasa perlu ikut mengatur apa yang seharusnya dilakukan para Papa ini.

6. 
Tidak Becus
Stay at home dad dianggap tidak becus mengurus anak, misalnya sering dinilai terlalu keras, sering memberi makanan sembarangan kepada anak, dan tidak bisa merawat anak-anak hingga mereka tampil rapi. Intinya, laki-laki dianggap tidak kompeten untuk mengasuh anak.

7. Dianggap Tidak Punya Pilihan
Karier adalah pilihan utama seorang laki-laki, begitu yang dipikirkan orang-orang menurut David. Sehingga, ketika seorang laki-laki memutuskan menjadi stay at home dad, ia dianggap tidak punya pilihan lain dan terpaksa melakukannya. Padahal, David mengenal banyak teman laki-laki atau anggota keluarga laki-laki yang mengatakan bahwa mereka akan senang merawat anak-anak di rumah bila mereka bisa. Artinya, stay at home dad bukanlah didasari keterpaksaan.

8. Pasangannya Tidak Mau Mengurus Anak
Ini adalah kesalahpahaman yang harus dihadapi stay at home dad. Pasangannya juga menjadi sasaran tudingan. David mengatakan bahwa soal pengasuhan anak memang penuh dengan stereotip gender. Baginya, apa salahnya bila ada pria yang tidak ingin terjebak di kantor sepanjang hari dan lebih suka mengurus anak? Dan, menurutnya, apa salahnya pula bila ada seorang perempuan yang ingin memajukan kariernya. David mengatakan bahwa istrinya tentu saja ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak. Ia menegaskan, “Sangat diragukan bahwa selama proses tersebut dia berkata dia tidak ingin menjadi seorang Ibu.”
 
Pengasuhan adalah tanggung jawab bersama. Siapa pun yang berada di rumah adalah kewenangan masing-masing keluarga. Yang terpenting adalah mengomunikasikan pembagian tugas dengan baik dan bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing. Anak-anak yang Papanya terlibat pengasuhan akan tumbuh menjadi anak yang lebih bahagia.
 
Baca juga:
Apa Itu Dad Shaming?
Apa Saja Contoh Dad Shaming Yang Dialami Ayah?
 
 
LTF
FOTO: FREEPIK

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia