Aturan Anak Pakai Gadget


Dalam lima belas tahun terakhir, dunia teknologi informasi telah berkembang begitu cepat. Di sekeliling Anda, hampir semua anak dari berbagai usia begitu fasih memegang, mengoperasikan, atau berkawan dengan gadget di mana saja. Televisi, internet, komputer, video game, ponsel pintar, semua sangat menarik perhatian anak-anak. Sepuluh tahun lalu, pemandangan itu tidak terlalu umum seperti sekarang. Televisi di ruang tunggu, orang tua yang menggunakan gadget untuk bekerja adalah hal-hal wajar yang membuat anak anak terpapar gawai sejak dini.

Menurut American Association of Pediatrics (AAP), kini anak-anak menghabiskan rata-rata tujuh jam sehari untuk menggunakan media, termasuk televisi, komputer, telepon, dan alat elektronik lain. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sering merujuk kepada masalah memusatkan perhatian, kesulitan belajar, gangguan tidur dan makan, serta obesitas. Akses internet dan ponsel pintar yang tak terbatas juga memberi ruang bagi anak-anak untuk menampilkan perilaku yang berisiko.

Oleh karena itu, pada 2001 AAP mengeluarkan panduan untuk mengedukasi orang tua mengenai dampak media bagi anak, baik dari segi jumlah waktu yang digunakan untuk mengakses media maupun isi media tersebut. Dalam pernyataan AAP, orang tua diimbau mencegah anak yang belum berusia 2 tahun menonton televisi atau menggunakan gadget, dan membatasi anak-anak di atas 2 tahun hanya menggunakan gawai maksimal 2 jam sehari. Namun pada Oktober 2015, AAP mengeluarkan panduan baru mengenai penggunaan media bagi anak-anak. Panduan baru AAP itu menghilangkan pembatasan waktu mengakses media bagi anak-anak, namun lebih banyak memberikan saran tentang bagaimana  seharusnya orang tua menyikapi penggunaan media pada anak anak mereka.

Hilangnya pembatasan waktu untuk mengakses media itu menimbulkan banyak kontroversi di antara para ahli psikologi dan kesehatan anak. “Saya sangat menyayangkan sebab kenyataan di lapangan sehari-hari cukup banyak menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang, seperti terlambat bicara atau gangguan sosial emosional lain, ditengarai karena orang tua terlalu dini mengenalkan dan membiasakan anak menggunakan gawai,” papar Irma Gustiana A., M.Psi., Psi, psikolog anak dan keluarga dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.

Akibat jangka panjang paparan media terhadap anak-anak usia batita memang menjadi kekhawatiran utama banyak ahli psikologi maupun kedokteran anak. Meski banyak program, acara televisi atau aplikasi mengaku bersifat edukatif, ternyata semua itu tidak menunjukkan manfaat ketika diberikan kepada batita. Hal itu karena batita masih mengembangkan kemampuan dan rentang perhatian, serta memahami alur cerita.

Apalagi, ada kalanya orang tua memasang televisi sebagai kebiasaan, tanpa memerhatikan apakah anak sedang menontonnya atau tidak. Agar tidak terlalu sepi, televisi sering dibiarkan menyala, sementara anak-anak bermain di sekitarnya. Padahal, penelitian membuktikan bahwa latar belakang suara dan cahaya dari televisi dapat memengaruhi pemrosesan informasi, ingatan, dan kelak pemahaman bacaan pada anak. Suara dan cahaya dari layar televisi atau gadget lain pun membuat otak anak tidak bisa beristirahat. Anak menjadi sulit tidur dan waktu tidurnya menjadi tidak teratur. Kebiasaan tidur yang kurang baik bisa menyebabkan gangguan mood atau perilaku anak.

Akibatnya, dalam jangka pendek, batita yang lebih banyak menonton televisi atau menggunakan gadget mengalami keterlambatan bahasa ekspresif, dan bayi yang banyak menonton televisi sendiri memiliki kemungkinan lebih besar dalam keterlambatan berbahasa. Dan biasanya, ketika balita dan anak tetap terpapar media dalam jumlah besar, mereka menjadi anak anak yang lebih sedikit bermain kreatif, lebih sedikit membaca, dan lebih sedikit berinteraksi dengan orang tua atau kakak dan adiknya. Oleh karena itu, orang tua perlu menyadari bahwa waktu bermain bebas amat penting bagi anak untuk belajar keterampilan memecahkan masalah dan mendorong kreativitas. “Selain belajar melalui gadget, orang tua juga tidak boleh lupa atas tugas perkembangan anak lain, seperti belajar kemandirian dan tanggung jawab, yang tentu saja harus dipelajari di dunia nyata,” tambah Irma.

Jadi, meskipun panduan baru yang dikeluarkan oleh AAP tampak membiarkan anak-anak dan batita menggunakan gadget dan terpapar media, Anda harus sepenuhnya menyadari dan mempelajari dampak paparan media kepada anak-anak tersebut. Mama sebagai orang tua harus berperan aktif belajar melek media bersama-sama anak-anak dan menetapkan batasan-batasan yang sehat. Membatasi waktu menonton atau mengakses media, yang dikenal dengan screen time, dan menawarkan bentuk bentuk kegiatan, serta sumber informasi yang beragam, dapat menjadi cara orang tua membantu anak-anak memahami pengalaman mereka menggunakan media. Tak dapat dipungkiri lagi, literasi media menjadi keterampilan yang penting dimiliki di masa mendatang.

Irma menekankan, “Digital diet itu penting. Artinya, anak di era digital memang membutuhkan kesempatan beraktivitas dengan perangkat elektronik dan medianya. Anak mungkin akan perlu berselancar di internet mencari informasi untuk tugas sekolah, atau menggunakan video call untuk bercakap-cakap dengan orang tua yang sedang bertugas ke luar kota. Namun, orang tua harus ingat dan menerapkan keseimbangan kegiatan yang lain. Anak
harus punya waktu berinteraksi dengan orang lain, bermain bebas yang aktif dan kreatif. Pada anak usia kurang dari 2 tahun, kok, sepertinya tidak ada manfaat yang benar-benar penting untuk mengenalkan mereka dengan gadget, ya? Menurut saya, sebaiknya orang tua fokus kepada tumbuh kembang anak melalui bermain yang memfungsikan seluruh panca indranya.”

Foto : Fotosearch

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia