Jangan Panik, Ma!

Tenang, positif, berpikir jernih, dan melindungi anak kita dengan benar. Hal-hal itulah yang antara lain saya pelajari kemarin, Kamis, 15 Januari 2016, saat terjadi aksi teror di kawasan depan Sarinah, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta. Khawatir dan panik? Tentu saja, tapi saya berusaha menenangkan diri.

Sekolah anak saya dekat dengan tempat kejadian itu, sementara saya dan Hairil, suami saya, di posisi berbeda, serta cukup jauh. Saya mengontak guru untuk memastikan anak-anak aman. Di grup WhatsApp, orang tua murid mulai ramai berbagai informasi dan cara teraman menjemput anak. Salah seorang yang sudah mengontak anaknya mengatakan, ada anak-anak yang mulai nangis-nangis. Tetapi, semua aman di kelas bersama guru.

Hairil lebih dahulu tiba di sekolah Amabel (8), aman membawan dia sampai ke rumah. Ketika saya tiba di rumah, saya menemukan wajah ceria Mabel. Seperti biasa, kalau dia berpikir saya tidak nyaman, walaupun saya tidak menunjukkannya, dia akan menghibur. Sambil tersenyum, dia bilang, "Don't panic, Mama! I am OK." Lalu dia peluk saya. "Aku tadi sempat panik, sih. Aku lompat-lompat aja di kelas, lari-lari di kelas. Teman-temanku ada yg menangis. Tapi terus kita tadi berdoa sama-sama di kelas," tambahnya.

Lalu meluncurlah berbagai pertanyaannya. Apa itu teroris? Kenapa mereka melakukan teror? Saya menjawab dengan sederhana dan lugas saja. Saya juga mengatakan, semua akan baik-baik, "Polisi sudah mengatasinya, kita tidak perlu khawatir. Kita doakan semoga semua hidup dalam damai."
"Kita nonton film aja, yuk. Aku mau nonton DVD. Kamu mau, kan, nonton sama aku?" ajak Mabel. Dia memilih DVD yang lucu, menghibur. Tiap ada lagu kesukaannya, dia ikut menyanyi dan menari. "Let's dance with me!" ajaknya. Sambil menemani dia, sesekali saya memantau berita lewat ponsel. Saya pantang nonton tayangan berita negatif seperti itu di TV di depan anak.

Semua berjalan biasa-biasa saja. Saya dan suami tidak membahas peristiwa teror secara berlebihan dan menunjukkan rasa khawatir juga. Semalam, beberapa orang tua murid memutuskan anak mereka tidak sekolah hari ini. Tetapi, kami tetap menyiapkan Mabel sekolah. Semalam, dia tetap semangat menyiapkan buku-buku dan perlengkapan craft.

Pagi ini pun berjalan seperti biasa. Saya menyiapkan sarapan dan bekal favoritnya. Saya dan suami mengantar dia ke sekolah dengan suasana gembira. Sekolah memang lebih sepi. Sebagian anak tidak sekolah. Guru-guru terlihat berusaha menciptakan suasana gembira saat semua baris bersama. Setiap pagi anak-anak berbaris untuk berdoa, menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu mars sekolah, dan lagu nasional/lagu daerah, baru masuk kelas. Tadi pagi, salah seorang guru mengajak anak-anak dan guru-guru lain melakukan gerakan-gerakan lucu dengan yel-yel seru, membuat semua semangat dan tertawa. Barulah mereka berdoa, dan lain sebagainya.

Rasa khawatir, takut, panik adalah manusiawi, tetapi yang penting, bagaimana kita menghadapi itu semua. Tidak perlu menularkan rasa tidak nyaman itu kepada anak. Dalam peristiwa kemarin, saya justru menemukan kelegaan dan ketenangan luar biasa dari Mabel, yang menunjukkan keceriaan dan kemampuannya mengatasi kepanikan.

(Gracia Danarti, Redaktur Pelaksana Parenting Indonesia)

Di bawah ini adalah panduan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bagi Mama dan Papa, saat berbicara dengan anak tentang kejahatan terorisme.


 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia