Liburan Keluarga Bersama Anak Berkebutuhan Khusus, Why Not?


 

Liburan sudah kurang beberapa minggu lagi. Saatnya menyiapkan liburan untuk seluruh keluarga. Dengan berlibur, keluarga Anda tentu menginginkan lepas sejenak dari semua rutinitas dan beban pekerjaan. Anda pasti sudah membayangkan untuk mengunjungi tempat baru yang belum pernah dikunjungi, bertemu orang baru atau berkumpul keluarga yang sudah lama tidak ditemui, mencoba makanan baru, dan lain sebagainya. Sayangnya, aktivitas yang terlihat menyenangkan bagi banyak orang ini dapat membuat anak yang memiliki kebutuhan khusus kebingungan.
 
Lisa Jo Rudy, autism advocate dan penulis buku Get Out, Explore, and Have Fun asal Massachussets, AS menjelaskan mengapa liburan bersama anak-anak berkebutuhan khusus bisa terasa berat bagi orang tua. Dalam pandangannya, anak berkebutuhan khusus sangat membutuhkan tiga hal, yakni struktur, konsistensi, dan akomodasi.
 
Yang dimaksud dengan struktur adalah pola atau jadwal rutin sehari-hari. “Untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, hidup bisa membingungkan. Mereka mungkin sulit mengenali pola, memahami waktu yang berlalu, atau mengelola jadwal mereka sendiri,” jelasnya. Dengan struktur yang mengatur hidup mereka seperti jadwal harian maka hidup akan jauh lebih mudah untuk mereka. Mereka akan lebih terarah dengan rutinitas.
 
Kedua, soal konsistensi, yakni keberlanjutan dari semua struktur yang sudah ada. Dengan memiliki struktur yang konsisten, anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengurangi stres dan kecemasannya, yang pada gilirannya mampu mengurangi ledakan emosinya. Konsistensi ini misalnya makan di tempat yang sama di jam yang sama setiap hari, tidur di tempat yang sama di jam yang sama, tingkat kebisingan yang sama, atau bahkan aroma yang sama.
 
Yang terakhir soal akomodasi, ini adalah hal penting untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Akomodasi adalah soal fasilitas apa saja yang mereka selalu peroleh. Semua kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh sekolah, misalnya pencahayaan yang khusus, makanan yang sudah dengan pengawasan nutrisionis, aktivitas gym tertentu, dan lain sebagainya.
 
Menurut Lisa, liburan bagi sebagian besar orang adalah berarti menyingkirkan struktur, konsistensi, dan akomodasi. “Liburan berarti spontanitas, mencoba hal baru, mengambil risiko. Ini mungkin berarti tinggal dengan orang baru atau dalam pengaturan yang menantang seperti berkemah,” ujarnya. Semua itu membingungkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
 
Orang tua akan mengalami kesulitan untuk menempatkan mereka pada banyak perubahan dalam satu waktu sekaligus, misalnya saja makan makanan yang sudah disediakan oleh resto hotel, berbagi tempat tidur dengan saudara lain yang tidak suka tidur dengan lampu dimatikan, berkumpul bersama keluarga yang hobi karaoke di malam hari, menghabiskan waktu di pantai atau berenang saat mereka ingin menonton video favoritnya, atau ia harus bersikap baik pada semua orang. Menurut Lisa, semua harapan seputar liburan itu dapat membawa anak-anak ke dalam kekacauan emosional.
 
Namun bukan berarti, orang tua tidak bisa mengajak anak berkebutuhan khusus untuk pergi berlibur. Hanya saja butuh perencanaan yang lebih matang. Orang tua perlu menggabungkan struktur, konsistensi, dan akomodasi serta harapan akan kebaruan, spontanitas, dan relaksi.
 
 
Baca juga:
Membesarkan Anak Berkebutuhan Khusus
Berkomunikasi dengan Anak Berkebutuhan Khusus
6 Langkah Tangani Anak Berkebutuhan Khusus (I)
6 Langkah Tangani Anak Berkebutuhan Khusus (II)
Cepat Tangani Anak Berkebutuhan Khusus
 
 
 
(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK
 
 

 

 





Video

Lindungi Anak dari Kejahatan Pedofilia


Polling

Liburan Keluarga Bersama Anak Berkebutuhan Khusus, Why Not?

Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia