Mengenal Pewarna Makanan

Jajanan anak sekolah tercemar mikroba dan bahan berbahaya, seperti formalin, boraks, pemanis serta pewarna sintetis. Ini bukan berita baru, sudah cukup sering dipublikasikan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Berita teranyar terkait isu ‘hot’ ini ada di Siaran Pers tanggal 8 Februari 2014 dalam situs resmi BPOM. Dikatakan bahwa hasil pengawasan BPOM tahun 2008-2010 menunjukkan sekitar 40-44% dari sampel pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diuji, tidak memenuhi syarat karena penyalahgunaan bahan berbahaya serta cemaran mikroba dan atau bahan tambahan pangan yang melebihi batas.

Rhodamin B (warna merah keunguan) dan Methanyl Yellow (warna kuning kecokelatan). Dua pewarna inilah yang kerap jadi biang kerok pembuat warna makanan atau minuman jadi supermenggoda bagi anak-anak.

Padahal keduanya bukan termasuk jenis pewarna makanan dan tidak termasuk golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Rhodamin B adalah pewarna tekstil dan kertas, sedangakan Methanyl Yellow adalah pewarna tekstil dan cat. Pantas jika kehadirannya dalam makanan jadi membahayakan, apalagi untuk anak-anak.

Masih dari situs resmi BPOM, kabar gembira dicetuskan oleh mantan Wakil Presiden RI, Boediono, tanggal 31 Januari 2011 dengan mencanangkan Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS).

Aksi ini ditindaklanjuti dengan penetapan Rencana Aksi Nasional PJAS melalui penerapan  5 strategi,  yaitu (1) Perkuatan program PJAS, (2) Peningkatan awareness komunitas PJAS, (3) Peningkatan kapasitas sumber daya PJAS, (4) Modeling dan replikasi kantin sekolah, dan (5) Optimalisasi manajemen Aksi Nasional PJAS. Dan, laporan terbaru BPOM menunjukkan hasil yang positif. Setelah pencanangan program ini, PJAS yang memenuhi syarat meningkat dari 56-60% pada tahun 2008-2010, menjadi 65% ( 2011), 76% (2012), dan 80,79% (2013).

Sampai tahun 2013, aksi ini diharapkan dapat memberikan dampak perlindungan kepada 2.8 juta siswa. Sejalan dengan aksi tersebut, 5.6 juta orang tua siswa, 170 ribu guru SD, 170 ribu pedagang PJAS di sekitar sekolah, dan 51 ribu pengelola kantin telah terpapar edukasi mengenai keamanan pangan, sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku mereka.   

Melihat upaya dan hasil yang melegakan ini, rasanya kita pantas merasa optimistis. Jika pengetahuan, kepedulian, atau kesadaran para pembuat, penjual, dan pembeli jajanan  ini (termasuk orang tua) sudah meningkat, kekhawatiran akan bahaya pada jajanan anak bisa diminimalkan.


 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia