Belajar Menulis Sejak Kecil

Menulis memang merupakan salah satu tugas tubuh yang cukup kompleks.  Juga, karena berlangsung berurutan, setiap kemampuan  akan terbentuk setahap demi setahap hingga sempurna.

Coba kaitkan dengan aktivitas membaca.  Sebetulnya anak-anak  mengenal tulisan sejak mereka bayi, terutama dari aktivitas dibacakan oleh orang tuanya. Dibacakan dan melihat  Anda menulis, membuat si kecil memahami bahwa deretan huruf mempunyai makna. Tinggal tunggu waktu saja ketika mereka mulai mencoret-coret, memegang aneka alat tulis,  dan membuat pola bentuk. Aktivitas yang umumnya disukai si kecil ini adalah melatih koordinasi tangan saat menggenggam alat tulis, menjaga kertas tidak bergerak-gerak, dan menjaga agar torehan mereka pas, tidak merobek kertas.

Alzena Masykouri
, psikolog anak di Klinik Kancil yang juga seorang pengajar menyatakan, menulis memang melibatkan beberapa aspek kemampuan. “Pertama, kesiapan kognisi. Anak harus tahu bentuk abjad dan cara merangkaikannya menjadi kata. Kedua, kesiapan motorik. Anak harus tahu dan mampu membentuk abjad,  dan siap memegang alat tulis secara adaptif. Bukan hanya jari-jarinya yang harus kuat, tapi juga lengan. Ketika fisik belum siap, menulis bisa menjadi beban bagi anak. Ketiga, kesiapan koordinasi visual-motorik. Anak harus tahu dan mampu menarik garis di antara dua garis atau jarak antarhuruf, misalnya”.

Kemampuan ini terus berkembang bertahap.  Mereka belajar menuliskan huruf demi huruf secara terpisah. Lalu mulai menyatukannya menjadi satu kata,  meski misalnya tanpa huruf vokal, spasi, apalagi huruf besar dan kecil. Itu mereka pelajari kemudian, plus aturan untuk menulis dari kiri ke kanan, menulis sesuai ejaan, hingga segala ‘aturan’ menulis pun menjadi hal yang otomatis dilakukan.

Karena itu, tambah Alzena, secara kesiapan mental dan fisik, anak usia di atas tujuh tahun sewajarnya sudah dapat menulis (dan membaca) secara lancar. “Tapi sampai dengan usia 7 tahun, anak sedang berlatih. Sangat wajar bila mereka terlupa pada  ejaan, tulisan belum rapi, dan semacamnya. Tak perlu khawatir bila kesalahan kecil-kecil terjadi.”
Masalah yang paling sering dialami oleh anak usia SD adalah ketahanan dalam menulis. “Kesiapan aspek fisiknya lemah.  Akibatnya anak menolak untuk menulis, sering kesulitan mengoordinasikan gerakan,  sehingga tulisannya jadi dempet-dempet dan sulit dibaca. “

Photo: Getty Images

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia