Benarkah Fidget Spinner Tingkatkan Fokus Anak?


Belakangan ini ada sebuah mainan yang tengah populer dan sering dimainkan anak-anak, yakni fidget spinner. Permainan itu berbentuk baling-baling, dan untuk memainkannya, Anda harus memegang bagian tengah fidget spinner dengan jempol dan jari tengah, lantas memutar bilah-bilahnya dengan jari manis tangan yang sama, atau jari-jari tangan yang lain. Lebih dari sekadar permainan, meski belum ada penelitian ilmiahnya, beberapa pakar mengatakan bahwa fidget spinner merupakan alat terapeutik untuk mereka dengan kegelisahan autisme, atau ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Gerakan memutar-mutar fidget spinner dipercaya dapat meningkatkan fokus dan mengusir kebosanan maupun kecemasan. Benarkah demikian?

Fidget spinner sendiri sebenarnya telah ada sejak lama, tetapi baru mulai terkenal tahun ini di Indonesia. Di Amerika Serikat, fidget spinner telah lebih dahulu populer. Bahkan fidget spinner termasuk 10 jenis mainan paling laris di Amazon.com pada bulan Mei 2017. Mainan tersebut dipatenkan pertama kali oleh Catherine Hettinger (60) pada tahun 1997. Wanita asal Florida, Amerika Serikat, itu mulanya membuat fidget spinner sebagai alat untuk membantu ia merasa tenang ketika bekerja.

“Lama-kelamaan, saya menyukainya, dan berpikir mungkin bermanfaat untuk orang lain,” katanya. Catherine menyatakan, popularitas mainan ini merupakan pencapaiannya untuk anak-anak. Saat masa berlaku paten mainan itu habis di tahun 2005, Catherine tidak memperpanjangnya lagi, sehingga selama kekosongan hak paten tersebut, akhirnya banyak perusahaan mainan mengembangkan lebih lanjut permainan itu. Hasilnya, model dan jenis fidget spinner saat ini jadi semakin beragam.

Menurut Fathya Artha Utami, M. Psi., psikolog anak dari TigaGenerasi, Jakarta, “Fidget spinner bisa saja digunakan sebagai alat bantu pemenuhan sensori dan untuk melatih fokus anak, tetapi dengan beberapa catatan.” Misalnya, Anda harus menentukan lama waktu bermain. Jika memang tujuannya membuat anak lebih fokus, mainan ini bisa diberikan ketika anak mulai tidak fokus, misalnya 1-2menit, sesuai kebutuhan anak, sampai anak terlihat fokus kembali, lalu disudahi dan kembali ke aktivitas semula.

Selain itu, menurut Fathya, harus dibuat juga peraturan main yang jelas, dan sebaiknya ada orang dewasa yang tetap mengawasi selama anak memainkannya, karena jika digunakan dalam waktu yang berlebihan, dan pada akhirnya dimainkan di situasi yang tidak seharusnya, permainan itu malah mengganggu fokus dan atensi anak terhadap sesuatu yang seharusnya ia perhatikan, misalnya di kelas saat sedang belajar.

Sejumlah guru sekolah di Inggris, misalnya, menyatakan bahwa fidget spinner telah mengganggu kegiatan belajar-mengajar. “Permainan ini memecah konsentrasi belajar. Anak-anak jadi berfokus pada benda itu ketimbang memerhatikan pelajaran,” ujar seorang guru sebuah sekolah di Inggris, Danielle Timmons.

Sekolah Kembang sendiri, yang berlokasi di kawasan Kemang, Jakarta, tidak membolehkan siswanya membawa fidget spinner ke sekolah karena memang ada larangan bagi para siswanya membawa mainan ke sekolah. “Meski untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang memang perlu alat bantu sehingga lebih fokus, kami bolehkan mereka membawa benda yang mereka butuhkan. Tentunya, bekerja sama dengan psikolog dan ahli terapis,” kata Lestia Primayanti, Kepada Sekolah Kembang.

"Saya melihat hal positif dari permainan ini adalah anak bisa dan mau memainkan hal selain gadget. Hanya saja, tetap dibutuhkan aturan dan pengawasan dari orang dewasa agar anak bisa memainkannya sesuai dengan konteks yang seharusnya," kata Fathya. (Irma Purnama)

Baca juga: 10 Tip Pilih Mainan Anak yang Aman

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia