Cara Menjelaskan Rasisme pada Anak Berdasarkan Usia


Meninggalnya pria bernama George Floyd di Minneapolis, Minnesota, AS, yang memicu aksi protes di Amerika Serikat dengan slogan Black Lives Matter membuka mata kita bahwa rasisme masih hidup di tengah kehidupan demokratis ini. Berkaca ke negara kita sendiri, Indonesia, apa yang terjadi di belahan barat dunia tersebut mungkin tak asing. Di sini, media pun kerap memberitakan tindak diskriminatif terhadap warna negara Papua.
 
Kita bisa saja menyebut bahwa “penyakit” rasisme ini tidak hanya milik satu negara saja. Oleh karenanya, sangat penting bagi kita, sebagai orang tua, untuk mengajarkan anak-anak menjadi tidak rasis. Sebab, merekalah generasi penerus yang diharapkan bisa memutus mata rantai diskriminasi ini.
 
Tapi, apakah anak-anak sudah bisa diajak bicara atau diajarkan tentang rasisme? Bagi orang dewasa saja, ini tergolong diskusi yang berat. Dr. Laura Markham, psikolog pendiri Aha! Parenting, dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada kata terlalu muda untuk membicarakan perihal rasisme dengan anak-anak. “Jika kita ingin membesarkan anak-anak kita untuk menjadi orang yang penuh kasih yang berpartisipasi sebagai warga negara yang bertanggung jawab dalam demokrasi, kita perlu menemukan cara untuk berbicara dengan mereka tentang masalah pelik yang kita hadapi sebagai sebuah negara. Ras, keadilan, dan cara membuat perubahan dalam demokrasi adalah 3 dari masalah itu,” tegasnya.
 
Ia melanjutkan, “Rasisme tidak manusiawi bagi kita semua. Kita hanya dapat mengakhiri rasisme dengan berbicara dengan semua anak kita tentang betapa tidak adilnya hal itu.” Akan tetapi, untuk membicarakan ini tentu orang tua perlu melihat usia dan perkembangan anak. Dr. Markham berbagi mengenai apa yang bisa ia lakukan untuk membicarakan dan mengajarkan antirasisme pada anak dari usia ke usia.
 
Usia Balita
Anak-anak di usia ini belajar dengan mengamati. Tanpa didikte, mereka bisa membuat kesimpulan tentang apa itu penerimaan, penolakan, dan diskriminasi. Bila mereka terbiasa melihat orang tuanya ramah terhadap semua orang, termasuk yang berbeda ras setiap saat, maka mereka menganggap hal tersebut sebagai sebuah isyarat bahwa perbedaan tak akan membawa konsekuensi negatif. Mereka akan terbiasa untuk menerima perbedaan, termasuk ras.
 
Usia Prasekolah (3-5 Tahun)
Di usia ini, anak-anak sudah mulai memperhatikan perbedaan. Mudahnya, mereka memperhatikan perbedaan fisik seperti warna kulit, jenis rambut, maupun besar tubuh. Di usia ini, anak-anak sudah bisa mulai diajak berbicara tentang rasisme dan keadilan melalui cerita tentang perlakuan yang tidak adil terhadap ras minoritas. Di sinilah Anda bisa meneguhkan mereka dengan pertanyaan, “itu tidak adil, bukan?”
 
Berangkat dari sini, Anda bisa mengajarkan mereka untuk selalu berdiri ketika melihat sesuatu yang tidak adil di depan mata mereka. Berdayakan mereka untuk merasa perlu memperjuangkan hal yang membawa kebaikan.
 
Usia SD
Menurut Markham, anak-anak usia 6 hingga 9 tahun sudah cukup umur untuk mendengar tentang apa yang terjadi baik dari temannya, TV, maupun apa yang mereka baca di internet. Mereka juga sudah cukup umur untuk membicarakan masalah ras, diskriminasi, dan juga aksi menentangnya.
 
Tapi, Anda tetap harus menyesuaikan penjelasan Anda dengan pemahaman perkembangan anak Anda. Mulailah dengan bertanya kepada anak Anda apa yang ia dengar. “Dengarkan jawabannya sebelum melompat untuk menjelaskan,” ujar Markham. Berikan fakta sebagai dasar. Misal, bahwa memang kerap terjadi tindak diksriminatif yang berujung pada kekerasan terhadap ras minoritas.
 
Tetap perhatikan juga kondisi emosional si kecil, apakah ia tampak ketakutan atau marah dan sedih dengan apa yang Anda katakan. Bila mereka tampak menunjukkan emosi negatif, Anda bisa memberi jaminan bahwa ia dan semua keluarganya akan aman. Bagikan juga pendapat Anda bahwa semuanya akan aman bila tindakan-tindakan seperti ini tidak dilanjutkan lagi. “Penting bagi anak-anak untuk berpikir bahwa mereka dapat membuat perbedaan kecil dalam mengatasi ketidakadilan yang mereka lihat,” tukas Dr. Markham.
 
Praremaja dan Remaja
Dengan praremaja dan remaja, Anda bisa lebih mendalam lagi dengan diskusi yang sedang berlangsung, dan Anda harus melakukannya,” ujar Dr. Markham. Anda bisa mendiskusikan tentang bagaimana agar hal seperti ini tidak terjadi lagi, apa tanggung jawab pihak berwenang untuk mengatasi hal ini, maupun apa yang mungkin ia lakukan bila ia ada di lokasi kejadian.
 
Dr, Markham mengatakan, “praremaja dan remaja sedang mengeksplorasi identitas mereka, mencari tahu bagaimana mereka cocok dengan dunia, dan bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi.” Maka, diskusi yang postif dengan orang tua akan mampu memberdayakan mereka sendiri untuk melawan rasisme.
 
 
Baca juga:
Mengapa Perlu Tumbuhkan Toleransi pada Anak?
Stop Rasisme! Bekali Anak Toleransi Sejak Dini Menjadi Orang Tua Penegak Toleransi
Belajar Toleransi di Sekolah Inklusi
6 Cara Sederhana Ajarkan Anak Toleransi
 
 
(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK
 

 
 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia