Dampak Kafein pada anak


Siapa bilang kafein hanya ada di kopi? Kafein juga bisa ditemukan di teh, minuman ringan, minuman energi, dan cokelat. Kafein mengandung zat psikoaktif yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental-emosional serta perilaku. Dan, jika dikonsumsi terus menerus, akan mengakibatkan ketergantungan atau adiksi.

Tak hanya itu, penelitian yang diterbitkan pada The Journal of Pediatrics di tahun 2010 menyebutkan, konsumsi kafein yang berlebih pada anak akan mengurangi durasi tidurnya. Anak usia 5 - 7 tahun yang mengonsumsi kafein hanya tidur selama 9 jam per harinya, sementara kelompok anak usia 8 - 12 tahun hanya tidur sekitar 8,47 jam. Padahal, mereka seharusnya tidur minimal selama 9,46 jam tiap harinya.

Meski kekurangan waktu tidur ini hanya sedikit, dampaknya cukup signifikan. Segala potensi otak yang hanya dibangun saat anak-anak sedang tidur secara otomatis juga akan berkurang seiring dengan menurunnya waktu tidur. Anak-anak dengan waktu tidur yang tak cukup pun diketahui memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih rendah, lebih aktif, agresif, dan temperamental dibanding anak yang cukup tidur.

Sayangnya, tak banyak orang tua yang secara sadar membatasi konsumsi kafein pada anak. Padahal, kafein sangat mudah ditemukan di berbagai makanan atau minuman favorit anak-anak. Sebagai panduan untuk Anda, Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah mengatur agar konsumsi kafein pada anak-anak usia 4 – 6 tahun sebaiknya tidak melebihi 45 mg per hari, atau setara dengan 1 batang cokelat. Pada anak-anak usia 7 – 9 tahun, batasnya adalah 62 mg/hari dan 85 mg/hari untuk anak 10 - 12 tahun.

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia