Kebiasaan Orang Tua yang Membuat Anak Tidak Peka




Ada pepatah yang menyebut bahwa mulutmu adalah harimaumu. Apa yang kita katakan akan berdampak, walau mungkin dampaknya tak bisa langsung kelihatan.
 
Pepatah ini sebetulnya perlu kita teladani, termasuk dalam hal mengasuh anak. Apa yang kita katakan pada anak-anak akan berdampak pada mereka. Kalimat yang sering diucapkan oleh orang tua akan direkam, diyakini, bahkan dijadikan rujukan untuk menilai diri mereka sendiri. Pada akhirnya, mereka pun selalu berpikir dan bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh orang tuanya tentang mereka.
 
Nah, ketika orang tua terbiasa mengatakan hal-hal yang merusak kepekaan anak terhadap emosi yang dirasakannya, maka mereka bisa tumbuh menjadi anak yang tidak peka. Awalnya, mereka akan menjadi tidak peka pada perasaannya sendiri karena perasaanya sering tidak dianggap, diremehkan atau disalahkan orang tuanya. Berikutnya, mereka bisa menjadi tidak peka pada orang lain, bahkan pada Anda sendiri: orang tuanya.
 
Nedra Glover Tawwab, terapis dan penulis buku Set Boundaries, Find Peace: a Guide to Reclaiming Yourself  menyebutkan beberapa kebiasaan orang tua yang bisa merusak kepekaan anak, antara lain:
 

  • Mempermalukan anak yang sensitif
Alih-alih mencoba memahami ekspresi anak atas emosi yang dirasakannya, orang tua justru menyebut mereka terlalu sensitif dan mempermalukannya. Mereka sering mengatakan, “Duh, gitu aja nangis. Malu-maluin,” atau “Ngambekan banget, deh. Padahal cuma gitu doang.”
 
  • Menyuruh anak diam saat menangis, marah, atau kecewa
Meminta mereka berhenti menunjukkan emosinya akan membuat anak-anak berpikir bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Oleh karenanya, mereka dilarang untuk melakukannya.
 
  • Memaksa segera mengatasi emosinya
Jangankan anak-anak, orang dewasa saja juga butuh waktu untuk menerima emosinya dan mengatasinya. Meminta anak-anak untuk segera 'biasa saja' setelah ledakan emosional tentu tidak mudah dilakukan.
 
  • Toxic Positivity
Mengatakan, “Oh, ini, sih, nggak apa-apa. Kamu akan baik-baik saja,” adalah bentuk toxic positivity yang ditularkan orang tua. Anak tidak akan belajar mengenali emosi negatifnya. Justru mereka akan terjebak pada pikiran bahwa mereka salah bila merasa ada sesuatu yang buruk.
  • Memberitahu bagaimana mereka seharusnya merasakan sesuatu
Perasaan tidak bisa dipaksakan. Orang tua tidak bisa memberitahu bagaimana anak seharusnya merasakan sesuatu. Misalnya saja, saat anak merasa cemas dan belum nyaman bertemu banyak orang. Alih-alih mengatakan, “Ayo, yang menyenangkan, ya! Nggak usah malu!” lebih baik orang tua berusaha menerima dulu kecemasan anak tersebut dan mendampinginya.
 
  • Menghindari obrolan tentang perasaan
Nah, kalau ngobrol sama anak hanya tentang kesalahannya dan aturan tanpa melibatkan perasaan mereka, anak akan berubah menjadi seperti robot yang siap ditekan tombolnya untuk bergerak dan berhenti.
 
  • Tidak membiarkan mereka melihat orang tua mengekspresikan emosi
Orang tua bukan superhero. Orang tua juga bisa merasakan emosi negatif dan anak berhak punya kesempatan untuk melihat orang tuanya mengalaminya. Hal ini akan memicu sensitivitasnya ketika melihat orang yang disayanginya mengalami masalah. Menunjukkan ekspresi emosi Anda bukanlah hal yang salah.
 
Jadi Tidak Toleran
Karena sering tidak dipahami emosinya, anak-anak akan belajar bahwa semua emosi negatif yang mereka rasakan itu salah. Mereka jadi tidak peka mengenai kelemahannya dan terus memacu diirinya untuk jadi lebih baik atau terjebak padatoxic positivity.
 
Pada gilirannya, ketika ada orang lain menunjukkan ekspresi emosi negatif, mereka juga tidak akan menolerirnya. Mereka tidak akan peka pada emosi orang lain. Hal ini bisa kembali terulang ketika mereka mengasuh anak-anaknya kelak.
 
Baca juga:
5 Ciri Toxic Parent
7 Dampak Toxic Parent bagi Anak
4 Tipe Orang Tua Dilihat dari Caranya Merespons Emosi Anak
Cara Bantu Anak Kenali Emosi
Ajari Anak 2 Kebiasaan Ini untuk Cegah Tantrum
Tenangkan Tantrum Si Kecil dengan 7 Kalimat Ini
 
 
 
LTF
FOTO: FREEPIK

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia