Mama teledor, fatal akibatnya

Bayangkan, deh. Anda meleng sedikit dan balita Anda langsung menyobek-nyobek kertas kerja Anda dengan gembiranya. Kali lain, ketika melihat keranjang cucian yang kita taruh di lantai, si kecil membalikkan keranjang itu, dan tertimbun di antara tumpukan pakaian kotor. Untunglah, keteledoran kita yang sesaat itu tidak membahayakan. Tapi, ada juga beberapa kasus yang nyaris berakibat mengerikan.
Coba simak pengalaman ibu-ibu ini yang pernah mengalami kejadian ‘nyaris’ tersebut. Dari pengalaman mereka, kita bisa belajar mencegah terjadinya berbagai kecelakaan:

Jalan-jalan berisiko
“Tak lama setelah Madeline lahir, saya bawa dia ke tempat kerja. Saya agak takut memikirkan bagaimana caranya naik kereta dengannya, sehingga saya ajak orangtua saya. Di stasiun, kami naik eskalator dan Madeline tetap duduk di stroller. Begitu sampai di atas, saya mengangkat roda stroller dan menurunkannya lagi. Ternyata luput, dan menghantam ujung eskalator. Yang bikin seram, stroller terangkat sementara saya didorong maju oleh ibu saya—dan 20 orang atau lebih di belakangnya! Beruntung, ayah sigap menyambar stroller. Madeline sih baik-baik saja, tapi perasaan saya langsung ciut kalau ingat insiden itu.” —Lisa Langley, Barrie, Ontario

Tip agar tetap aman:
Cari lift saja kalau ada. Tangga eskalator terlalu sempit untuk memuat bagian depan dan belakang roda stroller, sehingga berisiko untuk terbalik, kata Robert Tanz, M.D., mantan ketua American Academy of Pediatrics’s Section on Injury and Poison Prevention. Dan mendorong stroller ke eskalator membuat tangan Anda tidak mungkin diletakkan pada pegangan tangan eskalator. Tak heran kalau Anda mudah kehilangan keseimbangan.
 Jika tak ada alternatif, lipat stroller dan minta orang lain untuk membawanya. (Bila Anda sendirian, minta bantuan penjaga/satpam atau orang yang lewat untuk membantu membawakan, lalu gendong bayi Anda menaiki eskalator. Ini juga menghindari bahaya tersangkutnya tali sepatu, tali yang menjuntai, serta jari terjepit.

Hilang keseimbangan
“Pertama kali jalan-jalan dengan si 4 bulan, saya belanja baju di toko dekat rumah. Saya letakkan bayi saya yang berada dalam gendongan bayi (yang bisa dijinjing seperti tas) di atas bangku kamar ganti, sehingga saya bebas mencoba beberapa baju. Pas saya menoleh, ia terjatuh ke lantai dan gendongan bayi menimpanya. Saya benar-benar panik dan barangkali teriakan saya lebih dahsyat dari tangisannya. Untungnya, ia tidak apa-apa. Sekarang, di manapun kami berada, saya selalu meletakkan gendongan bayi di lantai!”

Tip agar tetap aman:
Selalu letakkan gendongan bayi di permukaan terendah yang bisa Anda temukan, plus mudah dijangkau tangan. Hati-hati dengan sofa, karena permukaannya yang lembut dan licin bisa tidak stabil. Jika tidak berada di atas lantai, sebetulnya gendongan tidak begitu stabil. “Bayi yang aktif, usia 4 bulan sekalipun, mampu menggoyang atau membalikkan kursinya dengan cara meliuk-liukkan badan, atau mendorong benda di dekatnya dengan kedua kaki,” kata Angela Mickalide, Ph.D., direktur program National Safe Kids Campaign.
Umumnya, jatuh terbalik tidak membahayakan, namun dalam beberapa kasus, terjatuh dari ketinggian sekitar 60 cm pun bisa mengakibatkan gegar otak. Ketika Anda membeli gendongan bayi, cari yang dudukannya lebar dan kokoh, serta dilengkapi sabuk pengaman.

Gampang digapai
“Saya kira Thomas (2 tahun) sedang tidur siang di kamarnya ketika saya berada di lantai atas. Tiba-tiba terdengar suara ribut sekali, sehingga saya segera menuju ke kamarnya. Ternyata, ia sudah ‘bermandikan’ bedak bayi. Rupanya, ia berhasil mencondongkan badan ke meja ganti, mengambil  bedak dan tisu, serta menumpahkan hampir seluruh isinya ke badannya. Ia juga memakai setengah lusin tisu untuk ‘membersihkan diri’. Untungnya, yang jadi masalah hanyalah kamar yang jadi super kotor. Namun, bisa saja terjadi sesuatu yang lebih buruk: Ia mungkin saja memasukkan benda-benda itu ke dalam mulutnya." —Sharyn Dickerson, Athens.

Tip agar tetap aman:
Buat rumah Anda aman bagi anak-anak. Secara alami, batita memang penuh rasa ingin tahu, dan ini membuat mereka ‘rajin’ menyentuh benda-benda yang seharusnya tidak disentuh. Setiap tahun, lebih dari 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja dialami anak di bawah 6 tahun yang dilaporkan ke pusat pengendalian racun di Amerika Serikat. Pada kasus Thomas, walau bedak bayi tidak beracun, tapi tetap saja bisa membahayakan paru-paru bila terhirup. Untuk mencegah kejadian serupa, Anda perlu mencermati kembali kamar-kamar di rumah dari sudut pandang si kecil:
• Merangkaklah di lantai dan perhatikan adakah benda yang berpotensi membahayakan anak, di antara lantai dan sekitar 1 meter di atas lantai.
• Jauhkan benda-benda yang bisa dijangkau anak dari boks atau kursi tingginya.
• Periksa karpet untuk mencari benda-benda yang ‘terselip’ (seperti peniti, uang logam, dan kancing), yang bisa dimasukkan ke mulut anak.
• Kuncilah, atau paling tidak jauhkanlah dari jangkauan anak, produk rumahtangga yang bisa berbahaya: kosmetik, alat melukis, obat-obatan, vitamin, dan alkohol.

Sampah berbahaya
“Setelah membersihkan kamar mandi, tanpa pikir panjang saya lempar silet ke keranjang sampah di kamar mandi. Si 12 bulan saya baru belajar berjalan, dan tak lama kemudian saya temukan sedang duduk di lantai, dengan silet di mulut. Untungnya, ia tidak terluka. Namun saya sama sekali tidak mau membayangkan apa yang mungkin menimpanya saat itu.” –Jamie Wells.

Bagaimana agar tetap aman:
Sebelum membuang apa pun, timbang dulu apakah membahayakan bila ditemukan anak. Bila batita Anda sedang senang-senangnya latihan berjalan, apa pun bisa berisiko tinggi, bahkan bila Anda beranggapan sudah membuang sampah dengan aman. Di usia 12 bulan sampai 4 tahun, anak belum mengerti bahaya yang bisa menimpanya. Bagi anak, silet terlihat seperti mainan baru. Jadi, bila suatu benda bisa membahayakan—seperti tas plastik (berisiko membuat mati lemas atau sesak napas) atau benda mungil seperti batu baterai (membuat tersedak)—buang jauh-jauh di tempat sampah yang tidak bisa dijangkau anak.


 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia