Mengajarkan Kemenangan dan Kekalahan Kepada Anak-Anak


 

Anda tentu menjadi penonton yang paling bahagia saat melihat anak Anda berlaga di suatu panggung kompetisi. Semangat dan optimisme sudah Anda tularkan jauh-jauh hari agar anak percaya diri untuk memenangkan lombanya.
 
Namun, siapkah ia untuk kalah? Anak-anak sering kali hanya mau menerima kemenangan dan menolak kekalahan. Berikutnya, pertanyaan yang sama juga untuk orang tua: siapkah Anda melihat anak kalah dan merespons kekalahannya?
 
Orang tua harus mengajarkan kemenangan dan kekalahan sekaligus. Tujuannya, agar anak-anak tidak menjadikan kemenangan sebagai bahan menyombongkan diri dan menjadikan kekalahan sebagai pemantik kemarahan atau perasaan rendah diri. Lebih penting dari itu, kemenangan dan kekalahan harus diajarkan kepada anak dalam rangka menumbuhkan pribadi yang berjiwa sportif saat bermain atau berkompetisi.
 
Kebutuhan Anak-anak atas Kemenangan
Dr. Eileen Kennedy-Moore, Ph.D, seorang Psikolog Klinis dari New Jersey berkata bahwa anak-anak mulai memikirkan konsep kemenangan. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa anak-anak sebetulnya tidak begitu memahami pengertian menang atau kalah. Mereka hanya mengerti bahwa menang itu hebat. Itulah yang membuat mereka merasa harus selalu menang dalam segala hal.
 
“Anak-anak bukan ingin menang, melainkan harus menang,” ujar Kenneth Barish, Ph.D., Profesor Psikologi Klinis di Weill Medical College, Cornell University. Menurut Barish, kemenangan adalah hal yang sangat penting untuk anak-anak karena dapat membangkitkan perasaan bangga. Sebaliknya, kekalahan akan memicu perasaan gagal dan malu.
 
Anak-Anak Melakukan Apa Pun Untuk Menang
Susan Harter, PhD, seorang Profesor Psikologi University of Denver mengungkapkan bahwa untuk menjadi pemenang, sering kali anak-anak berbuat curang dalam sebuah pertandingan. Mereka seolah-olah bisa membuat atau mengubah aturan sesuka hati mereka demi kemenangan.
 
Ekspresi yang Sering Muncul saat Menang atau Kalah
Barish juga mengatakan bahwa sering kali anak-anak tidak langsung puas walaupun sudah menjadi pemenang. “Mereka berikutnya juga bisa jadi terlibat dalam ekspresi kemenangan seperti membanggakan atau menyombongkan diri serta mengejek yang lain,” ujarnya.
 
Di pihak sebaliknya, ia menuturkan bahwa anak yang kalah sering kali merasa frustrasi, cemas, dan kecewa. “Mereka mungkin melemparkan mainan, bersikeras meminta permainan atau perlombaan diulang, atau bahkan menolak bermain,” tuturnya.
 
Yang Bisa Dilakukan Orang Tua

Untuk membantu agar anak tidak terlalu menyombongkan diri saat menang dan bisa menerima kekalahan, orang tua bisa melakukan beberapa hal ini:
 

  • Berlatih lomba-lombaan di rumah

Orang tua bisa mencoba untuk mengajak anak berkompetisi di rumah bersama anggota keluarga yang lain. Jelaskan aturan main kepadanya. Jelaskan bahwa aturan main haruslah ditaati agar permainan berjalan lancar dari awal hingga akhir. Ini akan mengontrol anak agar tidak berbuat curang.

  • Menjelaskan penyebab kemenangan dan kekalahan tanpa kambing hitam  

Anak mungkin tidak bisa menerima kekalahannya, tapi jangan pernah mengambinghitamkan sesuatu seperti mengatakan, “Oh, tadi sendok yang Adik pakai saat lomba bengkok ya, makanya kelereng Adik jatuh.”
Anak harus tahu penyebab ia kalah. Anda juga perlu memberinya pelajaran untuk berupaya lebih optimal lagi di perlombaan berikutnya. Anda bisa menjelaskan kepadanya seperti mengatakan, “Dia menang karena  bisa sampai lebih dulu di garis finish daripada Adik tanpa menjatuhkan kelereng sama sekali. Adik bisa latihan lagi biar tahun depan bisa menang, ya.”

  • Belajar dari pemenang

Jadikan permainan lomba-lombaan di rumah, seperti lomba merapikan mainan antara kakak dan adik, sebagai ajang untuk berbagi trik. Apabila Kakak menang, katakan kepada mereka, “Adik bisa belajar dari Kakak bagaimana caranya bisa menang. Kakak juga sebagai pemenang bisa bagi ilmu ya, pada Adik.” Hal ini dapat membuat mereka berpikir bahwa kalah atau menang adalah hal yang harus dipelajari. Ini juga mengajarkan bagi pemenang untuk tidak mudah merasa sombong dan tetap mau mengajari.

  • Tidak membiarkannya menang dengan mudah

Sering kali orang tua berpikir untuk membuat segalanya jadi mudah bagi anak saat bermain kartu, ular tangga dan permainan lain karena memiliki prinsip “Ah, dia, kan, anak-anak.” Hal ini akan membuat orang tua melanggar peraturan seperti memberikan kartu yang bagus-bagus saja agar anak menang atau mengizinkannya melempar dadu lagi jika anak sampai di ekor ular. Hal ini tidak akan membuat mereka belajar tentang peraturan.

  • Ucapkan selamat saat anak kalah

Jika anak Anda kalah, tidak masalah untuk tetap mengucapkan selamat kepadanya, yang sebenarnya merupakan ungkapan apresiasi Anda. Ucapkan, “Selamat, ya, kamu sudah mengikuti lomba dengan baik dari awal hingga akhir.” Apresiasi ini akan membantu mengatasi rasa kecewanya.

  • Ajarkan makna kemenangan kepada Anak

Jelaskan kepada anak bahwa kemenangan bukanlah hal yang abadi. Hari ini ia bisa menang, tapi esok belum tentu. Hal ini akan meminimalisir kemungkinan ia menjadi sombong.

  • Berlomba dalam tim

Anak akan belajar bekerja sama dalam tim. Selain itu, apabila berlomba dalam tim, anak akan memiliki teman berbagi perasaan kecewa, malu, atau marah saat kalah. Selain itu, bagi tim yang menang, mereka juga akan belajar bahwa kemenangan tersebut didapat bukan semata-mata karena dirinya sendiri, melainkan karena kerja sama tim.
 
 
Baca juga:
Anak Terima Kekalahan dengan Sportif
Saat Anak Kalah Lomba, Ini yang Perlu Orang Tua Lakukan
Ajari Anak Terima Kekalahan
 
 
(LELA LATIFA)
FOTO: SHUTTERSTOCK


Topic

#usiasekolah #parenting #pendidikan #sekolah #belajardarirumah

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia