Mengenalkan Kesetaraan Gender kepada Anak




Sering kali, kita sebagai orang dewasa mengampanyekan bahwa perempuan dan laki-laki harus diperlakukan dengan adil dan setara. Kita juga kerap berharap bahwa kesetaraan gender dapat terwujud sepenuhnya di dalam masyarakat. Tapi, adakah sesuatu yang sudah kita lakukan?
 
Christia Spears Brown, Ph.D., seorang profesor developmental psychology di University of Kentucky yang fokus pada studi tentang dampak stereotip gender pada anak-anak mengatakan bahwa sebagian besar stereotip gender yang pada akhirnya melekat pada anak-anak justru muncul dari orang tuanya sendiri.
 
Ia menyebutkan bahwa sering kali orang tua tidak menyadari bahwa mereka sendirilah yang mengajarkan anak untuk membedakan gender berdasarkan atribut warna, jenis permainan, profesi dan lain-lain. Orang tua bahkan juga sering melabelkan gender dengan sifat atau kemampuan tertentu. Misalnya saja, merah muda untuk perempuan, biru untuk laki-laki, boneka untuk perempuan, mobil-mobilan untuk laki. Dan seringkali juga muncul kalimat, “anak laki-laki harus kuat,” atau “anak perempuan harus lembut.”
 
Sebelum menjadi terlalu terlambat, akan lebih baik jika keluarga anda segera memperbaiki pola asuh dengan stereotip gender seperti itu dan mengajarkan prinsip-prinsip kesetaraan gender pada anak sejak dini.
 
Mulai Kapan dan dari Mana?
Evi Sukmaningrum, S. Psi, M. Psi, psikolg dari Universitas Atmajaya menuturkan bahwa tidak perlu menunggu anak sampai di usia tertentu untuk mengajarkan kesetaraan gender. Artinya, prinsip kesetaraan gender ini bisa diterapkan pada pengasuhan anak di dalam keluarga kapan pun.
 
Menurutnya, pertanyaan mulai dari siapa menjadi isu yang lebih penting. Ia menjelaskan bahwa pendidikan kesetaraan gender belum bisa berjalan apabila orang tua masih memiliki stereotip gender dan pandangan yang bias dalam melihat gender. Ia menekankan bahwa untuk memulai, orang tua bersikap netral dalam melihat gender. Intinya, orang tua adalah inisiator.
 
Apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?
Laura Davis dan Janis Keyser dalam buku Becoming the Parent You Want to Be mengatakan bahwa anak-anak tidak mengerti konsep gender. Mereka hanya bisa membedakan laki-laki dan perempuan.
 
Evi lebih lanjut juga menjelaskan bahwa konsep kesetaraan gender adalah hal abstrak. Sehingga diperlukan keahlian untuk mengajarkannya ke dalam cara yang praktis agar mudah dipahami anak-anak.
 
Untuk mengenalkan kesetaraan gender kepada anak-anak, orang tua bisa melakukan hal-hal berikut ini :

  • Selalu refleksi
Sebelum mengatakan sesuatu pada anak-anak, sebaiknya Anda selalu refleksi, misalkan: "Benarkah laki-laki tidak boleh menangis?” Atau, “Memangnya kenapa kalau anak perempuan suka memanjat?” Dan lain sebagainya. Hal ini akan menghindarkan orang tua dari menularkan stereotip kepada anak.
 
  • Stop 'Blue for Boy' dan 'Pink for Girl'
Berikan anak kebebasan untuk memilih warna pakaiannya, tas, cat dinding kamarnya, serta mainannya. Semua anak berhak memilih warna apa pun.
 
  • Tidak Mengotak-kotakkan Mainan Anak
Berikan anak kesempatan untuk memainkan apa pun. Hilangkan prinsip boneka untuk perempuan dan mobil-mobilan untuk laki-laki. Semua mainan bermanfaat untuk eksplorasi mereka.
 
  • Tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan dalam mengasuh
Linda Sonna, Ph.D., dalam bukunya The Everything Toddler Book menuliskan bahwa sering kali orang tua memperlakukan anak laki-laki dan perempuannya dengan cara berbeda. Mereka lebih banyak mengutamakan bahwa laki-laki harus mandiri. Itulah sebabnya mereka lebih banyak mengarahkan dan mendorong anak laki-lakinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun, pada anak perempuan, orang tua biasanya tidak melakukan hal yang sama. Anak perempuan umumnya tidak didorong untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, malah orang tua sendiri yang bertindak langsung untuk menyelesaikan masalah anak perempuannya. Hal ini tentu juga akan berdampak pada bagaimana mereka memandang kesetaraan gender.
 
  • Counter tayangan TV, iklan, atau film yang memiliki stereotip gender
Katie Hurley, seorang psikoterapis dari London mengatakan bahwa anak-anak menginternalisasi konsep gender dari apa yang mereka dengar dan lihat, termasuk dari tayangan TV, iklan, atau film. Sering kali, tayangan-tayangan tersebut mengandung stereotip gender, seperti tokoh superhero yang selalu digambarkan sebagai seorang laki-laki. Siapakah yang ditolong? Umumnya adalah perempuan yang digambarkan lemah di dalam tayangan tersebut.
 
Untuk itu, penting bagi orang tua dalam mendampingi anak mereka menonton. Tujuannya, agar dapat membalikkan stereotip yang seperti ini dari tayangan tersebut.
Selain itu, bebaskan anak untuk memilih tontonan juga, tentunya selama tontonan tersebut bermanfaat. Misalkan anak perempuan tidak melulu hanya boleh menonton Little Pony dan laki-laki hanya boleh menonton Hot Wheels. Mereka bisa menonton kedua jenis tayangan ini.
 
  • Orang tua sebagai role model
Yang terakhir namun sekaligus yang utama, orang tua adalah panutan bagi anak. Buat anak belajar prinsip kesetaraan gender dari Anda dan pasangan. Bagaimana cara Papa memperlakukan Mama dan sebaliknya adalah pelajaran berharga bagi mereka.
 
Mama yang bekerja juga menjadi contoh bagi mereka bahwa perempuan juga memiliki kesempatan berkarya. Selain itu, Papa yang mengurus anak dan membantu Mama melakukan pekerjaan rumah juga dapat mengajarkan mereka bahwa pekerjaan domestik bukanlah tugas perempuan semata.
 
 
Lela Latifa
Foto: Freepik

 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia