Mungkinkah Anak Alami Tekanan Darah Tinggi?


Hipertensi atau tekanan darah tinggi pada anak dan remaja pada 2015 meningkat hingga di kisaran 1% - 2% dari total penderita hipertensi di dunia. Demikian seperti yang diungkapkan pada seminar bertema Hipertensi pada Anak, Wanita dan Pria, yang digelar pada Hari Hipertensi Dunia 17 Mei, oleh InaSH (Indonesian Society of Hypertension).

Apa saja faktor-faktor penyebab hipertensi pada anak?  Menurut pakar hipertensi dan pendiri InaSH, dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP, FIHA, peningkatan angka hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya, peningkatan berat badan (obesitas), gaya hidup kurang aktif, asupan makanan tinggi garam, kurang tidur, dan kebiasaan mengonsumsi minuman berkafein. “Saat orang tua sering memberikan makanan yang tinggi garam, maka toleransi anak terhadap rasa asin meningkat. Kebiasaan makan asin inipun meningkatkan risiko hipertensi,” ujar dokter Arieska.

Selain penyebab utama tersebut di atas, hipertensi pada anak juga dapat disebabkan kelainan organ yang didapat sejak lahir. Misal, hipertiroid, Conn’s syndrome (kelainan kelenjar adrenal), aorta coarctation (penyempitan pembuluh darah besar jantung), dan phaechromocytoma (tumor di pusat kelenjar adrenal). “Ibu yang saat memberi ASI eksklusif juga meminum obat-obatan hipertensi, juga dapat menyebabkan anak menderita hipertensi pada kemudian hari,” ujar dokter Arieska.

Lantas, bagaimana mendeteksi hipertensi pada anak? Melihat fakta anak-anak juga dapat menderita hipertensi, orang tua perlu melakukan beberapa hal untuk mendeteksinya sejak dini. Dokter Arieska menyarankan para orang tua untuk mengukur tekanan darah anak sejak berusia 3 tahun. “Apalagi jika orang tuanya memiliki riwayat tekanan darah tinggi,” ujarnya.

Mengukur tekanan darah pada anak, sebaiknya menggunakan alat khusus, oscillometric. Alat ini mengukur tekanan darah dengan menggunakan sensor elektronik. Cara menggunakannya, dengan memasang sensor di pergelangan tangan atau lengan atas. “Menggunakan oscillometric sangat tepat bagi anak-anak yang aktif dan tidak bisa diam, hasilnya akan tetap akurat,” ujar dokter Arieska.

Selain mendeteksi tekanan darah dari alat, anak yang menderita hipertensi juga dapat mengalami gejala, sering lelah, pernah kejang, pernah mengalami penurunan kesadaran, sering sakit kepala, penglihatan kabur mendadak, mual-mual, mimisan, nyeri dada, hingga mengalami kelumpuhan otot. Sementara pada bayi baru lahir, tekanan darah tinggi dapat dikenali dari gejala sesak napas, berkeringat, gelisah, pucat, muntah, dan kejang.

Apa yang terjadi jika anak menderita hipertensi? Menurut Arieska, seorang anak yang menderita hipertensi sejak masih belia, memiliki 4 kali lebih besar risiko menderita hipertensi saat dewasa. Selain itu, ia juga dapat menderita gangguan kardiovaskular lebih dini. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua harus jeli memerhatikan faktor-faktor risiko kesehatan anak sebelum terjadi hipertensi. (LAD)

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia