6 Fakta Pengawet Makanan


Tak perlu mengernyitkan dahi mendengar kata ‘pengawet’. Kecuali Anda memasak bahan makanan segar setiap hari dan menghabiskannya saat itu juga, hidup manusia saat ini tak bisa lepas dari pengawet. Coba cek fakta berikut ini.

FAKTA 1: Makanan yang diawetkan lebih baik dibanding makanan yang tidak diawetkan
Jangan kaget dulu membaca fakta di atas, Ma. Proses pengawetan adalah salah satu cara agar kita bisa menikmati makanan yang bermutu, berkualitas, bernutrisi, dan aman setiap saat. Bayangkan apa yang akan terjadi jika daging atau ikan yang baru Anda beli dari pasar, Anda biarkan begitu saja tanpa dimasukkan ke dalam kulkas atau diolah dengan cara dikeringkan, diasinkan, atau diasap. Jangankan untuk dikonsumsi sebulan atau dua bulan ke depan, besok atau dua hari kemudian pun daging dan ikan tersebut bisa jadi sudah tak layak makan. Entah busuk, berbau, timbul lendir, dsb. Inilah bukti bahwa makanan yang diawetkan lebih baik dibanding makanan
yang tidak diawetkan.

Semua bahan makanan akan mengalami kerusakan, baik cepat (seperti susu dan makanan yang berasal dari hewani) ataupun lambat (seperti biji-bijian dan kacang-kacangan). Kerusakan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya bakteri, jamur, serangga, paparan cahaya matahari atau oksigen (oksidasi), serta faktor penyimpanan (bahan makanan yang sudah terlalu lama disimpan akan layu dan membusuk). Di sinilah peran pengawet makanan diperlukan, yaitu menjaga kualitas, penampilan, dan nutrisi makanan tetap baik sampai tiba waktunya dikonsumsi.

FAKTA 2: Proses pengawetan tidak selalu berefek buruk pada kesehatan
Proses pengawetan merupakan salah satu teknologi tertua yang telah digunakan manusia sejak zaman dahulu untuk menghindari pembusukan makanan. Hingga saat ini, sudah banyak cara dan metode yang ditemukan untuk tujuan tersebut. Semuanya bertujuan menjaga kualitas bahan makanan sehingga dapat memperpanjang waktu kedaluarsa bahan pangan, meningkatkan aroma, dan penampilan bahan pangan.

Pengawet makanan bekerja dengan cara menghambat laju pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya, sehingga makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski banyak orang meragukan keamanan makanan berpengawet, nyatanya tak semua makanan berpengawet itu berbahaya bagi kesehatan. Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, yaitu pengawet alami yang bisa diperoleh dari bahan makanan segar (seperti bawang putih, gula, garam, dan asam), serta pengawet sintetis yang merupakan hasil sintesis secara kimia (contohnya natrium benzoat, kalium sulfit, dan nitrit). Jenis terakhir inilah yang banyak diragukan keamanannya. Namun, proses pengawetan tak selalu dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet. Ada juga proses pengawetan yang dilakukan melalui pemanasan, pendinginan, atau pengeringan.

FAKTA 3: Sebagian besar proses pengawetan makanan tidak menggunakan bahan pengawet sintetis/kimia
Secara umum, proses pengawetan dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
  •  Pengawetan secara fisik, terdiri dari pemanasan, pendinginan, pengeringan, pengasapan, pengalengan, pengentalan, pembuatan acar, dan pembuatan tepung.
  •  Pengawetan secara biologi dan kimia, terdiri dari penambahan enzim, penambahan bahan kimia (misalnya asam sitrat, nitrit, dsb), pengasinan, dan pemanisan.
Dari beberapa cara-cara pengawetan
di atas, hanya sebagian kecil saja yang memerlukan penambahan bahan pengawet kimia. Itu artinya, proses pengawetan makanan sebenarnya tidaklah semenakutkan dan berbahaya seperti anggapan banyak orang selama ini.

FAKTA 4: Makanan kalengan, amankah?
Pengalengan adalah salah satu cara pengawetan bahan makanan di dalam kemasan hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya), yang kemudian disterilkan untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Proses ini memungkinkan bahan makanan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa dalam jangka waktu tertentu.

Pengemasan secara hermetis ini menjadikan bahan makanan yang dikalengkan sebenarnya tidak memerlukan bahan pengawet tambahan. Beberapa produk ada yang menggunakan medium berupa cairan, misalnya larutan gula untuk pengalengan buah, kuah kaldu untuk pengalengan sayur, atau saus untuk pengalengan ikan sarden. Fungsi medium tersebut, terutama larutan gula, memang dapat membantu mengawetkan makanan, tapi penambahan medium ini sebenarnya dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng. Satu-satunya yang perlu Anda khawatirkan adalah kandungan gula yang cukup tinggi pada larutan di dalam buah kaleng.

FAKTA 5: Frozen food ≠ fast food
Frozen food atau makanan beku memang praktis. Kapan pun Anda ingin memasak, makanan beku siap diproses meski telah disimpan berhari-hari. Proses pembekuan merupakan cara alami untuk mengawetkan makanan, bahkan hingga berbulan-bulan. Daging mentah, misalnya, tahan 3 - 4 bulan dalam keadaan beku. Begitu juga dengan daging atau produk olahan daging yang telah dimasak, bisa tahan sampai 4 bulan dengan proses pembekuan. Cara mengolahnya pun relatif mudah, cukup memanaskannya kembali untuk produk yang telah dimasak sebelumnya. Apakah ini berarti makanan beku sama seperti fast food? Ya, makanan beku memang masuk kategori makanan yang bisa disajikan dengan cepat (fast), tapi tak semua makanan beku bernilai gizi rendah seperti halnya fast food yang Anda kenal (fried chicken, French fries, dsb).

Pada makanan beku, hanya terjadi sedikit perubahan pada nutrisi dan karakteristik sensori jika proses pembekuan dan penyimpanan beku dilakukan secara benar. Tak
heran jika makanan beku sering dipersepsikan sebagai produk ‘fresh’, ‘healthy’, ‘natural’, bermutu tinggi dan mudah untuk diolah. Selain daging dan unggas, sayur, seafood, dan aneka jenis makanan lain bisa diawetkan dengan cara dibekukan. Proses pengawetan cara ini idealnya tidak memerlukan bahan pengawet, karena hanya mengandalkan suhu rendah (beku). Proses pembekuan juga tidak menyebabkan hilangnya nutrisi penting seperti halnya metode pengawetan lain yang menggunakan suhu tinggi. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah soal penyimpanannya. Bahan makanan yang sudah dicairkan (thawing) sebaiknya tidak dibekukan kembali, karena berpotensi mengaktifkan kembali mikroorganisme pembusuk yang sebelumnya tak aktif akibat suhu rendah.

FAKTA 6: Ikan asin bukan makanan untuk masyarakat kelas bawah
Dalam konsentrasi rendah, garam dapur (NaCl) berfungsi sebagai pembentuk citarasa. Sedangkan dalam konsentrasi tinggi, garam banyak digunakan untuk pengawetan
ikan, telur, serta bahan makanan lainnya. Penggunaan garam sebagai pengawet juga dapat meningkatkan umur simpan ikan serta berbagai jenis produk daging. Hal ini karena garam berfungsi sebagai ‘perisai’ dari mikroba, serta melindungi makanan dari ragi dan jamur. Proses pengawetan dengan menambahkan garam biasa disebut dengan pengasinan (curing) atau penggaraman.

Produk makanan hasil pengawetan dengan garam yang paling terkenal adalah ikan asin. Selama ini banyak anggapan bahwa ikan asin adalah makanan murah yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah. Padahal itu salah. Ikan asin adalah produk hasil pengawetan dengan garam. Ikan yang diasinkan bisa disimpan selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Hanya saja, yang perlu diperhatikan di sini adalah kadar garam yang tinggi dalam ikan asin. Seperti yang Anda tahu, konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu penyakit darah tinggi (hipertensi). Cara menyiasatinya, cucilah ikan asin dengan air bersih yang mengalir sebelum dimasak untuk mengurangi kandungan garamnya.







 

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia