Pro Kontra Jam Sekolah Anak


Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI melontarkan gagasan tentang full-day school di Indonesia. Gagasan tersebut menuai reaksi para orang tua. Ada yang setuju, ada pula yang menolak sama sekali.

Tak jauh berbeda dengan di sini, pada tahun 2004, Mary Ann Rafoth PhD NCSP - Profesor Psikologi Pendidikan dari Indiana University of Pennsylvania juga koordinator National Association of School Psychologists (NASP) Early Childhood Interest Group di Amerika Serikat – menulis di NASP Center tentang pro kontra sistem full-day school program yang diberlakukan pada Taman Kanak Kanak (TK) di negara tersebut. Pada masa itu, setengah dari anak-anak usia TK di AS mengikuti program sekolah penuh hari yang berlangsung sekitar 5-6 jam per hari. Sisanya, mengikuti sekolah paruh hari yang berkisar 2 jam sekolah per hari.

“Mengingat saat ini jenjang TK bukanlah pengalaman sekolah pertama anak-anak, kebanyakan anak usia TK sudah terbiasa dengan program sekolah full-day. Lagi pula, meningkatnya jumlah orang tua tunggal yang bekerja juga menyebabkan program TK full-day semakin dibutuhkan. Program ini mampu mengakomodasi tugas pengasuhan yang sesuai dengan jadwal bekerja orang tua,” ungkapnya.

Sayangnya, gagasan ini tak selalu diterima para orang tua. Di Amerika, kelompok yang setuju dengan full-day programs menganggap sistem ini memberi anak pendidikan yang lebih santai dan programnya terpadu, sehingga kecerdasan, kreativitas, dan keterampilan sosial anak berkembang lebih baik. Sementara, orang tua yang menolak full-day school menganggap program half-day school lebih dapat memberi pendidikan dan kehidupan keluarga yang lebih berkualitas. Selain itu, program half-day school dianggap lebih cocok bagi anak yang memiliki keterbatasan kemampuan konsentrasi, juga keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi untuk membayar penuh pendidikan full-day school.

Saran dari Mary, sebelum memutuskan memberi anak pendidikan full-day atau half-day school sebaiknya pertimbangkan ini.
  • Diskusikan performa dan kebutuhan anak dengan guru sekolah anak jenjang sebelumnya. Pertimbangkan benar hasil observasi akan perkembangan dan kesiapan anak untuk mengikuti full-day system.
  • Perhatikan gaya berinteraksi dan belajar anak, apakah ia lekas letih, sehingga sangat membutuhkan tidur siang, mampu menikmati aktivitas berbeda-beda dan dalam jangka waktu lama, serta mampu mengikuti instruksi dalam waktu panjang? Jika ya, anak lebih tepat mendapatkan pendidikan full-day daripada half-day.
  • Sesuaikan jadwal sekolah dengan jadwal keluarga, perawatan anak, dan kemampuan keuangan orang tua. Kadang-kadang, saat anak sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sekolah full-day, namun tak cocok dengan jadwal lain yang harus dipenuhi. Atau, beban biaya sekolah full-day ternyata harus mengorbankan kebutuhan pokok yang lebih penting. Kalau sudah demikian, tentu saja full-day school bukanlah opsi terbaik bagi anak. (FOTO: 1 2 3 R F)

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia