Jenis-Jenis dan Cara Cegah ADHD

ADHD lebih umum ditemukan pada anak laki-laki dengan persentase sekitar 6 - 9% dari populasi. Pada anak perempuan sekitar 2 - 4% dari populasi; yang biasanya ditemukan adalah ADD atau tipe ADHD minus hiperaktivitas. Karena itu, biasanya anak perempuan menunjukkan problem perilaku yang tidak separah pada anak laki-laki.

Dulu ADHD disebut ADD atau Attention Deficit Disorder. Baru pada tahun 1994, ADD dinamakan ADHD. Namun, hingga kini istilah ADD masih digunakan untuk menyebut ADHD tipe PI (predominantly inattentive).
Ciri utamanya adalah minimnya atensi. Pada tipe ini, umumnya tidak atau minim ditemukan gejala hiperaktivitas atau impulsivitas.
Tipe yang kedua adalah tipe predominately hyperactive-impulsive atau lebih dominan gejala hiperaktivitas dan impulsivitas. Sedangkan tipe terakhir adalah tipe kombinasi.

Berdasarkan buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (terbaru) yang dipublikasikan 2013, ADHD biasanya didiagnosis pada usia 6 tahun (yang merupakan usia anak memasuki tahap sekolah) karena pada tahap ini, ADHD bisa punya dampak pada proses belajar anak. Bila beberapa gejala sudah ada sebelumnya (misalnya saat si kecil berusia 2 atau 3 tahun), diagnosis biasanya mengacu pada kondisi lain.

Diagnosis artinya memberi label. Namun perlu diingat, yang diberi label adalah gejala, bukan si kecil. Begitu gejalanya bisa teratasi, maka label tak diperlukan lagi. Mama perlu mencamkan hal ini pada si kecil.

Sama sulitnya dengan mencari penyebabnya, menemukan cara pencegahannya juga sukar. Dianjurkan melakukan pemeriksaan psikologis saat anak usia 1- 2 tahun untuk memantau perkembangan sensorik-motorik dan atensi pada anak yang bisa menjadi prediksi bagi ada tidaknya gangguan ADHD yang menyertai.

Bila mama berpikir bahwa anak mengalami ADHD, sebaiknya segera membawanya ke klinik tumbuh kembang. Pilih yang memiliki tenaga profesional lengkap, seperti psikolog, psikiater, dan terapis. Terapinya perlu dilakukan secara terpadu.
Tidak ada cara diagnosis ADHD melalui tes darah, rontgen, atau jenis tes medis lainnya. Diagnosis dilakukan berdasarkan sejarah, wawancara, dan evaluasi tertentu. Namun, bila dirasa perlu, bisa saja dilakukan tes pindai otak. Biasanya, psikolog akan membuat profil anak, setelah itu membuat rencana penanganan sesuai kebutuhan anak. Ini bisa merujuk anak untuk melakukan terapi atau dikombinasi dengan konsumsi obat. Dengan penanganan yang tepat, ADHD bisa dikendalikan, kok.

Photo: Getty Images

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia