Apa Itu Inner Child?


 

Secara garis besar, inner child mencakup aspek-aspek yang membangun kepribadian seseorang sejak masa kecil. Pengalaman dan pengetahuan yang didapat seseorang di masa kecil lah yang membentuknya menjadi orang dewasa.
 
Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa sebagai orang tua, kita harus berdamai dengan inner child kita yang mungkin masih memiliki luka-luka yang belum sembuh. Luka-luka tersebut sering kali membuat kita “salah jalan” saat mengasuh anak. Sebabnya adalah, kita secara tidak sadar menganggap bahwa penyebab-penyebab luka masa kecil itu adalah hal yang normal. Sehingga, kita secara tidak sadar juga menormalisasinya ketika melakukannya pada anak.
 
Tentunya, kita tidak menginginkan siklus seperti ini berlangsung terus menerus. Agar hal tersebut tak terjadi, maka penting bagi Anda untuk memahami apa yang memantik inner child Anda agar tak kembali menanamkannya pada si kecil.
 
Nah, untuk lebih memahami perihal inner child, Anda perlu mengetahui bagaimana hal tersebut bisa terbangun pada si kecil. Tujuannya adalah agar Anda mengetahui pentingnya tahun-tahun pertama kehidupan si kecil untuk membangun inner child yang sehat. 
 
Dari Lahir sampai 6 Tahun
Dr. Nicole LePera, psikolog holistik dari Philadelphia, AS, mengatakan bahwa kelahiran sampai usia 6 tahun adalah waktu yang paling berdampak dalam kehidupan kita. “Gelombang otak kita berada dalam keadaan theta, mirip dengan hipnosis. Kita menyerap semua yang ada, yaitu bahasa, cara hidup di dunia, cara menjalin ikatan dengan figur orang tua kita,” jelasnya.
 
Ia menambahkan bahwa di usia tersebut, anak-anak menginternalisasi segala sesuatu yang dialami dan diketahuinya begitu saja tanpa mempertanyakannya ulang. Berpikir kritis belum terbangun pada usia tersebut. Sehingga, pada usia tersebut anak juga akan percaya segala pelabelan yang diberikan padanya. Misal, label seperti “si cengeng”, “si keras kepala,” atau pesan-pesan seperti, “kamu anak pintar karena dapat nilai yang bagus”. Anak-anak memaknai semua itu sebagai bagian dari dirinya.
 
Masih Sangat Bergantung
Di usia tersebut, anak masih sangat bergantung pada pengasuh utamanya, yakni orang tua. Akhirnya, mereka kuatir terpisah dari orang tua ketika mereka tidak melakukan semua pesan maupun mengamini label yang telah diberikan oleh orang tua padanya.
 
“Hasilnya adalah pengondisian. Pengondisian adalah perilaku dan keyakinan inti yang kita adaptasi untuk bertahan hidup,” imbuh LePera. LePera juga menjelaskan bahwa semua pengondisian itu membuat anak-anak dan bahkan sampai ketika mereka tumbuh dewasa akan terbiasa untuk menyangkal atau menekan bagian dari diri mereka sendiri yang dianggap tidak sejalan dengan “nilai” yang diberikan oleh pengasuh utama mereka.
 
Trauma Hingga Dewasa
Menurut LePera, anak-anak akan meyakini bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya ketika orang tuanya tak mau menerima atau memvalidasi bahwa yang ia rasakan atau yang ia lakukan benar. “Trauma anak batiniah ini adalah bagian dari kehidupan dewasa,” ujarnya. Anak-anak akan membawanya sampai dewasa dan menjadi masalah ketika trauma-trauma tersebut belum disembuhkan.
 
Dengan memahami ini, Anda bisa melihat betapa pentingnya pengasuhan sehat yang selalu bisa menerima si kecil tanpa syarat, yang bisa memvalidasi apa pun perasaan dan keinginan si kecil agar tidak memberikan trauma di masa depan.
 
Untuk melakukan itu, maka penting bagi Anda untuk mengenali inner child Anda sendiri dan mengatasinya. Seperti kata LePera, “Orang tua memiliki trauma mereka sendiri yang belum terselesaikan, luka mereka sendiri yang mereka proyeksikan kepada anak-anaknya.”
 

Baca juga:
10 Pedoman Pengasuhan Membesarkan Anak Tangguh
12 Kunci Pengasuhan agar Anak Memiliki Empati
7 Fakta tentang Hubungan Stres dan Pengasuhan
Kepribadian Anak Sesuai Urutan
Menumbuhkan Anak Berkepribadian Ala Keluarga Habibie
 

(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia