9 Penyebab Meningkatnya Klaster Keluarga


 


 

Awal tahun 2020 lalu, kita mungkin melihat COVID-19 masih sebagai sesuatu yang nun jauh di daratan Cina sana. Saat itu, rasanya ia hanya sesuatu yang muncul di TV atau media daring saja. Akan tetapi, semuanya berubah ketika ditemukan dua orang pertama yang merupakan ibu dan anak asal Depok yang menjadi pasien COVID-19 di Indonesia pada Maret 2020.
 

Berkaca dari kasus pasien COVID-19 01 dan 02 di Indonesia, kita sebetulnya bisa siap-siap dari awal bahwa COVID-19 memang ancaman besar bagi inner circle kita, yakni keluarga di dalam satu rumah, tempat di mana kita sendiri merasa aman. Harus diakui, lantaran perasaan aman itulah, kita justru lebih “longgar” dalam mempraktikkan berjarak fisik dengan anggota keluarga lain. Kalau mau jujur, apakah Anda juga mengenakan masker saat berada di rumah?
 

Meningkatnya Klaster Keluarga

Sejak awal tahun 2021 kemarin, klaster keluarga terus meningkat di kota-kota besar. DKI Jakarta adalah salah satunya. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta periode 1-7 Februari 2021, tercatat ada 581 klaster keluarga dengan 10.978 kasus positif. Hal ini membuat klaster keluarga menyumbang proporsi yang besar, yakni sekitar 45%.
 

Di Surabaya, dari data tracing 10-17 Januari 2021, persentase klaster keluarga mencapai 28%. Satgas COVID-19 Surabaya berpendapat bahwa klaster keluarga ini diakibatkan oleh orang positif COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah dengan kondisi kediaman yang kurang memadai atau kurang disiplinnya anggota keluarga sehingga bisa terpapar.
 

Klaster keluarga di beberapa daerah lain seperti Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Yogyakarta, Provinsi Bali, juga dilaporkan meningkat.
 

Penyebab Meningkatnya Klaster Keluarga
 

dr. RA Adaninggar, Sp.PD, Internist dan Health Educator dalam Webinar bersama Ayahbunda & Parenting Indonesia menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan potensi transmisi COVID-19 di dalam satu keluarga di rumah menjadi semakin besar, antara lain:
 

  • Tanpa disadari tertular dari anggota keluarga lain yang tidak bergejala (OTG)

  • Ada anggota keluarga yang masih melakukan aktivitas di luar rumah tanpa menerapkan protokol kesehatan dengan baik

  • Ada anggota keluarga yang masih sering menghadiri aktivitas sosial seperti arisan, rapat warga di RT, olahraga bersama di dalam ruangan, perayaan hari besar negara atau agama

  • Kebiasan bertukar alat makan dan minum sesama anggota keluarga

  • Kultur atau budaya komunal seperti bertamu, berkumpul, atau pertemuan antarsaudara maupun tetangga

  • Keluarga berkunjung ke tempat publik yang banyak kerumunan atau melakukan liburan di tempat yang ramai

  • Mengizinkan anak-anak bermain bersama teman-teman lain di lingkungan tempat tinggal. Sebab, pemahaman protokol kesehatan anak-anak belum sekuat orang dewasa saat berada di luar rumah. Mereka juga lebih mungkin untuk menyentuh banyak benda

  • Terpapar lantaran merawat pasien positif yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Bisa jadi juga lantaran mekanisme isolasi mandirinya di rumah tidak benar.

  • Anggota keluarga menolak untuk melakukan swab test lantaran stigma negatif terhadap pasien positif COVID-19.

 

Baca juga:

Waspada Klaster Keluarga, Batasi Si Kecil Main di Luar

Cara Minimalisir Risiko Klaster Keluarga

Memahami Klaster Keluarga

Klaster Keluarga Meningkat, Periksa Apakah Keluarga Anda Berisiko!

 

LELA LATIFA

FOTO: FREEPIK

 

 

 

 

 


Topic

#corona #coronavirus #covid19 #covid-19

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia