Jangan Sembarangan Minum Antibiotik, Waspadai Bahayanya

apa bahaya mengonsumsi antibiotik sembarangan


Di masyarakat kita, antibiotik sering dianggap sebagai obat tokcer. Oleh karenanya, tak sedikit yang langsung mengonsumsi antibiotik begitu terasa ada sedikit masalah dalam tubuh. Hal ini disampaikan oleh Prof. dr. Tri Wibawa, PhD, SpMK(K), Guru Besar FKKMK Universitas Gadjah Mada dalam webinar peringatan World Antibiotic Awareness Week 2021 yang diadakan oleh Indonesia One Health University Network (INDOHUN) bekerja sama dengan Pfizer. Ia mengatakan, “Di Indonesia, antibiotik dipercaya sebagai obat yang manjur untuk segala jenis penyakit mulai dari demam sampai nyeri sendi.”

Menurutnya, karena persebaran antibiotik yang dapat dibeli di apotek, toko obat, dan bahkan warung di seluruh Indonesia, masyarakat sering kali membeli obat di tempat-tempat ini sebagai bentuk pertolongan pertama pada penyakit ringan karena dapat diperoleh pada malam hari. Masyarakat sering membeli obat ini tanpa resep atau tanpa konsultasi pada dokter terlebih dahulu. “Pasien menganggap bahwa pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotek atau toko obat lebih mudah dan hemat biaya,” imbuh Prof. Tri.

Padahal, penggunaan antibiotik tak bisa sembarangan, karena ada bahayanya, yakni malah terjadi resistensi. Resistensi terjadi ketika antibiotik yang bertugas untuk membunuh bakteri di dalam tubuh justru kehilangan kemampuannya. Implikasinya adalah infeksi bisa jadi tambah berat walau sudah diberi antibiotik karena bakteri terus berkembang biak.

Baca juga:
 Hati-hati, Kesalahan Minum Antibiotika

Dr. dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) RI Periode 2014-2021 yang juga hadir mengatakan, “Banyaknya penjualan antibiotik tanpa resep yang kerap terjadi di Indonesia merupakan salah faktor pemicu AMR.”
 
AMR adalah angka resistensi antimikroba. AMR sendiri merupakan salah satu dari 10 ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia. Sebuah studi mengenai resistensi antimikroba pada 2014 memprediksi angka kematian per tahun yang berhubungan dengan AMR pada 2050 di Asia mencapai 4.730.000, 390.000 di Eropa, 317.999 di Amerika Utara, 4.150.000 di Afrika, 392.000 di Amerika Latin, dan 22.000 di Australia. Artinya, Asia menempati posisi cukup tiggi.

Implikasi dari AMR adalah semakin sulitnya penyembuhan penyakit dan semakin tingginya biaya kesehatan. Menurut penelitian dari European Observatory on Health Systems and Policies mengatakan bahwa rata-rata biaya perawatan yang dikeluarkan oleh pasien yang non-resistan terhadap bakteri Escherichia coli adalah sebesar 10.400 Dollar AS atau sekitar 149 juta Rupiah, sedangkan bagi pasien yang resistan nilainya bertambah sebanyak 6.000 Dollar AS atau sekitar 86 juta Rupiah, yang meliputi biaya perawatan, diagnosa, obat-obatan, dan layanan pendukung lainnya.

Hasil penelitian oleh Studi Protecting Indonesia from the Threat of Antimicrobial Resistance (PINTAR) yang telah dilakukan pada apotek dan toko obat di daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia, menemukan bahwa masyarakat dapat membeli antibiotik tanpa resep, mencapai dua dari tiga kunjungan. “Penelitian Meskipun antibiotik lini pertama seperti amoksisilin dan kotrimoksazol adalah antibiotik yang paling banyak diberikan, ada kekhawatiran bahwa antibiotik lini kedua termasuk sefalosporin juga diberikan tanpa resep,” ujar Prof. Tri.

Baca juga: Antibiotik Lebih Cepat Sembuhkan Anak Sakit?

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsultasi di toko obat sering kali tidak memadai. Sering kali antibiotik diberikan tanpa petunjuk penggunaan yang benar. Meskipun peraturan tentang penjualan antibiotik di Indonesia sudah jelas, dalam UU Obat Keras tahun 1949 di mana disebutkan bahwa yang berwenang untuk meresepkan obat antibiotik hanyalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Tetapi, pada kenyataannya, penjualan antibiotik tanpa resep ini masih banyak ditemukan di Indonesia, khususnya pada toko obat yang tidak resmi.

Untuk mencegah tingginya AMR, menurut Prof. Tri dibutuhkan pemberian atau peresepan, praktik penjualan, serta konsumsi yang tepat.
Lalu, untuk mencegah resistensi ini, apa yang bisa kita lakukan sebagai konsumen?

  • Hanya membeli dan mengonsumsi antibiotik atas resep yang diberikan oleh dokter. Jangan asal mendiagnosis penyakit serta mengobatinya sendiri dengan membeli langsung antibiotik. Antibiotik hanya digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, bukan virus.
  • Konsumsi antibiotik yang sudah diresepkan sampai tuntas atau habis. Jangan menyisakan antibiotik yang sudah diresepkan hanya karena merasa tubuh sudah lebih fit atau gejala sudah hilang. Sebab, dokter dalam meresepkan antibiotik sudah punya perhitungan sendiri untuk melawan bakteri.
  • Konsumsi antibiotik sesuai dengan petunjuk dokter. Bila antibiotik harus diminum tiga kali sehari, maka Anda harus meminumnya setiap delapan jam.
 
Baca juga:
Anak Demam, Jangan Asal Diberi Parasetamol!
9 Jenis Obat Yang Wajib Anda Tahu
Tanyakan 10 Hal Ini Saat Diberi Resep Obat oleh Dokter Anak
Obat-obatan Wajib Ada dalam Kotak P3K
 
LTF
FOTO: FREEPIK

 


Topic

#keluarga #kesehatan

 





Video

Lindungi Anak dari Kejahatan Pedofilia


Polling

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik, Waspadai Bahayanya

Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia