Kelas Akselerasi, Kelas Para Juara?


Langganan jadi juara kelas? Wah, semua orang tua pasti bangga memiliki anak yang selalu mendapat ranking pertama di kelas. Hal itu kemudian membuat orang tua berpikir untuk melakukan sesuatu yang akan ‘mengasah’ potensi anak jadi maksimal, yaitu memasukkan ia ke kelas akselerasi. Harapannya, kelas akselerasi akan membuat anaknya lebih unggul daripada anak lain. Tetapi, benarkah begitu?

Pengalaman Mala* mungkin bisa jadi cermin buat para orang tua. Sejak kelas 1 SD, anaknya, Anton*, selalu menjadi juara kelas. Dengan harapan anaknya menjadi lebih unggul, Mala ingin memasukkan anaknya ke kelas akselerasi ketika SMP. Tetapi ternyata dari hasil seleksi masuk, Anton tidak bisa diterima masuk kelas akselerasi. Mala tentu saja tidak terima dengan keputusan tersebut. Bagaimana mungkin anak pandai seperti Anton, yang terbukti dengan meraih juara selama di SD, tidak bisa diterima di kelas akselerasi? Mala lebih kecewa lagi ketika mendengar teman Anton yang tidak pernah menjadi juara kelas ternyata bisa diterima di kelas tersebut.

Tak terima dengan kenyataan itu, Mala pun mempertanyakan keputusan panitia penerimaan siswa baru. Jawabannya, Anton tidak bisa masuk kelas akselerasi karena ia tak memenuhi persyaratan menjadi siswa di kelas akselerasi, yaitu IQ di atas 130. Hasil tes IQ Anton hanya berkisar di angka 120-an. Dari pengalaman Mala tersebut, jelas bahwa kelas akselerasi bukanlah satu-satunya cara membuat anak menjadi istimewa. Anak yang langganan juara kelas mungkin tak memiliki IQ di atas 130, yang jadi syarat masuk kelas akselerasi, tetapi ia mungkin memiliki ketekunan dan ketelitian yang lebih dibandingkan teman-temannya sehingga bisa selalu mendapat nilai bagus selama di sekolah.

Langganan juara kelas tak otomatis menjadikan anak layak masuk kelas akselerasi, Ma. Jadi, jangan jadikan kelas akselerasi sebagai tujuan anak. Bukan tak mungkin, ambisi Mala yang ingin Anton masuk kelas akselerasi malah membuat Anton merasa tertekan. Terlebih ketika pihak sekolah menyatakan ia tak lolos seleksi masuk kelas tersebut. Kepercayaan dirinya sebagai ‘anak pintar’ yang selama ini ia bangun mungkin saja mendadak roboh dan membuat ia mulai berpikir bahwa ia sebenarnya tak kompeten. Anda tak mau anak tumbuh dalam ketidakpercayaan diri seperti itu, kan?

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia