Bermain dengan Teman (Tak) Sebaya

Saat masih berusia 1,5 tahun atau kurang, anak-anak akan bisa bermain bersama dengan rukun. Mereka bisa duduk berdampingan dan asyik dengan mainannya masing-masing tanpa mengalami banyak pertengkaran soal berbagi mainan.

Tapi di usia sekitar 2-3 tahun, mulailah terdengar teriakan, “Itu punyaku!” “Punyaku…!” Saat itulah mulai terjadi pertengkaran, perebutan kepemilikan, dan penegakan atas hak otonomi. Akibatnya, orangtua jadi ikut sibuk melerai ketika keributan terjadi.  

Namun, kalau anak bermain dengan anak yang tidak sebaya, tampaknya keributan ini tak perlu sering terjadi. Anak-anak yang berbeda usia akan berada dalam tahap perkembangan yang berbeda sehingga kebutuhan masing-masing pun tidak sama. Anak-anak yang lebih besar biasanya tidak terlalu posesif dan dengan senang hati akan meminjamkan mainan kepada anak-anak yang lebih kecil. Sebaliknya, anak-anak yang lebih kecil cenderung mengagumi anak-anak yang lebih tua dan dengan senang hati akan meniru atau mendengarkan saat mereka mengajarkan permainan tertentu.   

Meski bisa lebih akur, tidak berarti pengawasan orangtua terhadap kelompok bermain beda usia boleh melemah, lho, karena tetap saja ada risiko lain. Anak-anak yang lebih besar bisa saja bersikap bossy terhadap anak-anak yang lebih kecil, atau bahkan mem-bully. Mereka juga bisa melakukan keisengan-keisengan yang menjadikan anak yang lebih kecil sebagai sasaran atau korban.      

Jadi, bermain dengan teman sebaya atau bermain dengan teman yang lebih besar tetap ada plus minusnya. Karena itu, dukunglah anak untuk bermain dengan siapa saja. Biarkan si kecil bermain dengan teman-teman sebaya, tetapi lain kali biarkan pula ia bermain dengan teman-teman yang lebih besar. Dengan begitu ia akan terbiasa berhubungan baik dengan anak lain yang sebaya maupun yang tidak sebaya. Selama ia merasa klop dengan teman-temannya dan menikmati saat-saat bermain yang menyenangkan, mengapa tidak?

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia