Pemicu Kekerasan pada Anak

Ya, kerap kali, kekerasan fisik terjadi akibat hukuman fisik dan tindakan disiplin yang dilakukan secara berlebihan. Orang tua tidak menyadari kuatnya ‘daya tarik’ tindak kekerasan untuk menjadi lebih besar dan jauh.

Lalu, apa pemicunya?

Tingginya persaingan yang dikhawatirkan orang tua bisa menjadi jebakan yang membuat mereka lebih kuat mendorong anak-anak mereka untuk berprestasi dan sukses. Tindak kekerasan biasanya terjadi ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan.

“Anak yang dianggap pintar adalah yang jago matematika, dapat ranking, dll. Ini sering kali menimbulkan kekerasan pada anak. Lalu, anak harus ikut les ini itu dengan paksaan. Itu kekerasan psikologis, lho, karena membuat anak stres. Padahal, semua anak cemerlang, hebat, cerdas, berbakat. Spektrum kecerdasan itu bukan hanya matematika, tapi juga bidang-bidang lainnya, seperti menggambar, musik, menyanyi, menari, olahraga. Kita lupa anak-anak itu seperti aneka bunga warna warni yang indah, malah membanding-bandingkan dan terjebak dalam penilaian sepihak dari sekolah, ranking, dll,” tutur Seto, psikologi anak.

Tak bisa dipungkiri, kerasnya tantangan di tempat kerja yang berkejaran dengan tingginya biaya hidup saat ini, membuat orang tua kehilangan banyak waktu untuk anak-anaknya.  “Orang gampang saja bilang yang penting kualitas, bukan kuantitas. Tetapi, bagaimana dengan kuantitas yang sedikit itu bisa berkualitas kalau saya sendiri sudah sangat lelah begitu sampai rumah?” keluh Ayumi, mama 2 anak.  

“Kita menganggap diri kita kuda beban, dan anak adalah beban.
Kita lupa memberdayakan anak-anak, bahwa mereka bisa menjadi pusat penghibur, pendukung kita, tempat kita curhat. Anak-anak itu sumber kekuatan. Bahkan anak TK-SD saja bisa membantu kita. Ketika Anda lelah, katakan Anda lelah, minta dia memijat Anda sejenak, setelah itu gantian Anda membacakannya dongeng. Anda dan si kecil bisa saling memberikan kekuatan, bukan,” kata Seto.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia